Dua tahun sudah berlalu. Atau hampir. Tanggal 7 Oktober 2023 bukan lagi sekadar angka di kalender. Dia sudah jadi pisau. Pisau yang membelah dunia jadi dua: yang punya hati nurani dan yang tidak. Yang melihat kebenaran dan yang sengaja buta. Badai Al-Aqsa bukan sekadar perang. Dia adalah Al-Furqan, sang pembeda.
Selama dua tahun ini, di tengah lautan darah dan air mata, Allah menelanjangi dunia. Dia singkap semua tabir, Dia tunjukkan semua topeng. Dan bagi kita yang mau berpikir, setidaknya ada lima hakikat besar yang kini terlihat seterang matahari di siang bolong. Bahwa superhero itu nyata. Bahwa genosida itu nyata. Bahwa kemunafikan itu nyata. Bahwa kekuatan iman itu nyata. Dan bahwa dunia tidak akan pernah kehabisan orang baik.
Pahlawan Super Itu Nyata, Mereka Bernama Mujahidin
Lupakan Marvel. Buang jauh-jauh DC Comic. Superhero dengan jubah dan kekuatan magis itu cuma kisah bohong meski indah. Pahlawan super yang sesungguhnya ada di dunia ini. Mereka nyata. Mereka tidak bisa terbang. Tapi jejak sandal mereka lebih mulia dari jejak siapa pun.
Mereka adalah para mujahidin di Gaza. Brigade Al-Qassam, Brigade Al-Quds, dan semua faksi perlawanan. Coba pikirkan dengan akal sehat. Bagaimana mungkin sekelompok kecil pejuang dengan senjata seadanya bisa bertahan selama dua tahun melawan gempuran tentara zionis yahudi israel dan seluruh sekutunya? Melawan Amerika, Inggris, Jerman, dan Prancis. Melawan jet tempur, tank Merkava, robot drone, dan bom-bom paling canggih yang pernah dibuat manusia.
Logika militer mana yang bisa menjelaskan ini? Tidak ada.
Jawabannya cuma satu. Mereka punya kekuatan super. Kekuatan itu bukan berasal dari gigitan laba-laba atau serum rahasia. Kekuatan itu datang langsung dari Langit. Pertolongan dari Allah SWT, Tuhan yang menyaksikan segalanya. Mereka adalah bukti hidup dari janji-Nya, bahwa kelompok kecil bisa mengalahkan kelompok besar dengan izin-Nya. Mereka adalah tentara-Nya. Dan tentara Allah tidak akan pernah benar-benar kalah.
Genosida Itu Nyata, Sejarah Berulang di Depan Mata
Dulu saya hanya membaca kata itu. Genocide. Massacre. Ethnic cleansing. Kata-kata seram dari buku sejarah yang terasa jauh. Kisah suku Indian Cherokee yang dibantai hingga nyaris punah. Cerita suku Aborigin di Australia yang dihabisi oleh para pendatang kulit putih. Mengerikan, tapi terasa seperti fiksi.
Sekarang, saya menontonnya. Setiap hari. Secara langsung.
Apa yang menimpa rakyat Gaza membuat semua kata itu menjadi nyata. Darah, debu, tangisan anak kecil yang mencari ibunya di antara puing-puing. Rumah sakit yang sengaja dibom. Kamp pengungsian yang dihujani rudal. Genosida tidak lagi abstrak. Dia punya wajah. Wajah anak-anak Palestina yang kelaparan.
Kisah para sahabat Nabi yang disiksa karena iman kini terasa begitu dekat. Cerita keluarga Yasir yang dibunuh di depan mata Rasulullah. Semua itu terjadi lagi. Di depan mata kita. Sejarah tidak pernah benar-benar pergi. Dia hanya berganti aktor dan panggung. Dan panggung kali ini adalah Gaza.
Kemunafikan Itu Nyata, Runtuhnya Topeng Peradaban Modern
Bagaimana mungkin Israel bisa ada? Sebuah negara ilegal, kecil, dikelilingi bangsa Arab yang mayoritas Muslim. Bagaimana mungkin dia bisa membantai orang Palestina selama dua tahun tanpa henti, dengan nyaman dan aman?
Jawabannya sederhana. Karena para pemimpin di sekelilingnya adalah boneka. Raja dan presiden yang lebih takut pada Washington daripada pada Allah SWT. Tentara mereka gagah perkasa jika dipakai untuk membunuhi rakyatnya sendiri, tapi mendadak jadi kerdil dan impoten jika berhadapan dengan Israel.
Badai Al-Aqsa juga merobek topeng peradaban modern. Konsep-konsep agung seperti nasionalisme, Hak Asasi Manusia, PBB, dan hukum internasional terbukti hanyalah sampah.
Nasionalisme adalah racun yang membuat seorang muslim di Mesir merasa tidak punya urusan dengan muslim di Gaza, hanya karena dipisahkan garis batas buatan penjajah. HAM hanya berlaku untuk orang-orang berambut pirang dan bermata biru. Jika korbannya orang Palestina, HAM mendadak bisu. PBB? Itu klub komedi paling mahal di dunia, tempat para tiran berpidato tentang perdamaian sembari membunuhi warga dunia atas nama keadilan. Semua itu diciptakan hanya untuk satu tujuan: melanggengkan kezaliman para negara kolonial.
Kekuatan Iman Itu Nyata, Surga yang Dibeli dengan Darah
Hidup di Gaza layaknya di neraka. Bahkan jauh sebelum 7 Oktober 2023. Kisah horor yang mungkin diciptakan oleh imajinasi manusia yang paling sadis, semuanya ada di Gaza. Jika mereka selamat hari ini, itu artinya mereka hanya menunda teror untuk esok hari. Akal sehat sudah lama menyerah menghadapi situasi seperti ini. Manusia normal pasti sudah gila, atau setidaknya akan bunuh diri.
Tapi lihatlah rakyat Gaza. Lihat senyum seorang ayah yang baru saja kehilangan seluruh keluarganya. Dengar ucapan "Alhamdulillah" dari seorang ibu yang rumahnya hancur lebur. Akal sehat tidak mungkin cukup.
Tapi tidak dengan kakuatan iman. Mereka sabar bukan karena pasrah. Mereka sabar karena mereka yakin. Mereka yakin bahwa surga itu tidak gratis. Surga itu mahal. Dan mereka sedang membelinya dengan harga paling tinggi: dengan darah, air mata, dan nyawa mereka sendiri.
Mereka sadar bahwa mereka sedang berjihad. Sebuah kemuliaan yang tidak semua orang mendapatkannya. Bagi mereka, tidak ada pilihan yang buruk. Jika meninggal, maka syahid. Jika hidup dan menang, maka pahala. Tidak ada kata kalah dalam kamus mereka. Inilah senjata terbesar mereka, yang tidak bisa dihancurkan oleh bom apa pun.
Dunia Tidak Akan Kehabisan Orang Baik, Pertarungan Abadi Haq dan Bathil
Kebiadaban zionis yahudi israel justru menjadi bumerang. Mereka ingin dunia membenci Palestina. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Kebrutalan mereka membuat dunia terbelalak. Mata hati jutaan manusia terbuka.
Mereka sadar bahwa israel adalah kanker dunia. Di mana ada yahudi, di situ pasti ada kerusakan dan kekacauan. Solidaritas untuk Palestina kini ada di mana-mana. Dari mahasiswa di New York yang mendirikan tenda-tenda protes, hingga para ibu di Jakarta yang tidak berhenti berdoa. Lintas benua, lintas agama, lintas warna kulit. Semua bersatu di bawah satu bendera: kemanusiaan.
Ini adalah sunnatullah. Pertarungan abadi antara kebenaran (Al-Haq) dan kejahatan (Al-Bathil). Pertarungan ini akan terus ada sampai kiamat. Dan di setiap zaman, akan selalu ada orang-orang yang memilih untuk memperjuangkan kebenaran, meski jumlahnya sedikit.
Refleksi dan Doa
Dua tahun Badai Al-Aqsa adalah sebuah universitas. Universitas yang mengajarkan kita makna kepahlawanan, kengerian genosida, kebusukan dunia modern, dan kekuatan iman yang melampaui logika.
Perjuangan ini bukan lagi soal Palestina. Ini soal kita. Soal di mana kita berdiri ketika sejarah sedang ditulis dengan darah. Diam adalah kejahatan. Netral adalah kemunafikan.
Maka, hanya doa yang bisa kita panjatkan dengan tulus. Untuk para mujahidin, kemenangan dan kemerdekaan Baitul Maqdis. Untuk rakyat Gaza, keikhlasan dan surga. Untuk warga dunia, keteguhan meneriakkan "Free Palestine!" Untuk zionis yahudi israel dan para anteknya, azab Allah SWTdi dunia sebelum di akhirat. Sesungguhnya pertolongan Allah SWT itu dekat dan nyata adanya.
Wallahua'lam.

Tidak ada komentar: