Lanjutan Tafsir QS Al-Baqarah, ayat 45-46 Ibnu Katsir (2-habis)
Demikian pula dalam firman Allah SWT.:
وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ * وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat 34-35)
Maksudnya, tiada yang layak menerima wasiat ini kecuali orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi dan diilhaminya kecuali orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
Berdasarkan kedua hipotesis tersebut, maka firman Allah SWT.”Innaha lakabirah" artinya sesungguhnya hal itu benar-benar merupakan masyaqat yang besar.”Illa 'alal khasyi'in" artinya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan khasyi'in ialah orang-orang yang percaya kepada Al-Kitab yang diturunkan oleh Allah SWT. Menurut Mujahid, artinya orang-orang yang benar-benar beriman. Menurut Abul Aliyah, arti 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' ialah orang-orang yang takut.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, makna 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' ialah orang-orang yang rendah diri.
Ad-Dahhak mengatakan, makna firman-Nya, "Innaha lakabirah," ialah sesungguhnya hal tersebut benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang tunduk, patuh, taat kepada-Nya, takut kepada pembalasan-Nya, serta percaya kepada janji dan ancaman-Nya.
Pengertian yang terkandung di dalam ayat ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam salah satu hadis, yaitu:
"لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ"
Sesungguhnya engkau telah menanyakan sesuatu yang berat, dan sesungguhnya hal itu benar-benar mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat ialah 'hai para ulama ahli kitab (Yahudi), jadikanlah sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan sebagai penolong kalian; dirikanlah Shalat, mengingat Shalat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, mendekatkan diri kepada rida Allah, dan berat dikerjakannya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang rendah diri, berpegang teguh kepada ketaatan, dan merasa hina karena takut kepada-Nya. Demikian menurut Ibnu Jarir. Akan tetapi, menurut pengertian lahiriah ayat, sekalipun sebagai suatu khitab dalam konteks peringatan yang ditujukan kepada kaum Bani Israil, sesungguhnya khitab ini bukan hanya ditujukan kepada mereka secara khusus, melainkan pengertiannya umum mencakup pula selain mereka.
Firman Allah SWT.:
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)
Ayat ini merupakan kelengkapan dari makna yang terkandung pada ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa Shalat atau wasiat ini benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 45-46)
Artinya, mereka meyakini bahwa mereka pasti dihimpun dan dihadapkan kepada-Nya di hari kiamat kelak.
وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)
Yakni semua urusan mereka kembali kepada kehendak-Nya. Dia memutuskannya menurut apa yang dikehendaki-Nya dengan adil. Mengingat mereka percaya dan yakin kepada adanya hari kemudian dan hari pembalasan, maka mudahlah bagi mereka melakukan amal-amal ketaatan dan meninggalkan hal-hal yang mungkar.
Adapun mengenai firman-Nya:
يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab itu adakalanya menamakan dengan sebutan zan (dugaan), dan syak (ragu) dengan sebutan zan pula. Perihalnya sama dengan istilah zulmah (kegelapan) yang adakalanya mereka sebut dengan istilah sidfah, dan diya (terang) disebut pula sidfah; serta al-mugis (penolong) disebut sarikh, dan mustagis (orang yang minta tolong) disebut pula dengan istilah sarikh. Masih banyak contoh lain yang serupa, yaitu isim-isim yang digunakan untuk nama sesuatu dan juga sebagai nama lawannya, seperti yang dikatakan oleh Duraid ibnus Simmah:
فَقُلْتُ لَهُمْ ظُنُّوا بِأَلْفَيْ مُدَجَّجٍ ... سَرَاتُهُم فِي الفَارسِيِّ المُسَرَّدِ
Maka kukatakan kepada mereka bahwa mereka merasa yakin akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjata lengkap, orang-orang yang berkecukupan dari kalangan pasukan berada dalam barisan pasukan berkuda yang lengkap peralatannya.
Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka merasa yakin kalian akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjatakan lengkap. Umair ibnu Tariq mengatakan:
بِأنْ يَعْتَزُوا قَوْمِي وأقعُدَ فِيكُمُ ... وأجعلَ مِنِّي الظنَّ غَيْبًا مُرَجَّمَا
Maka jika mereka mengambil pelajaran dari kaumku, dan aku duduk di antara kalian, niscaya aku jadikan suatu hal yang yakin sebagai perkara gaib yang tiada kenyataannya.
Yakni aku anggap perkara yang yakin sebagai perkara gaib berdasarkan dugaan belaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa syawahid (bukti-bukti) tersebut diambil dari syair-syair orang-orang Arab dan pembicaraan mereka. Hal tersebut menunjukkan bahwa lafaz zan (dugaan) banyak dipakai di kalangan mereka untuk menunjukkan pengertian yakin dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dan keterangan yang telah kami sebutkan di atas sudah cukup bagi orang yang diberi taufik untuk memahaminya; di antaranya ada pula firman Allah SWT.:
وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya. (Al-Kahfi: 53)
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Mujahid, bahwa semua lafaz zan yang ada di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna yakin, misalnya zanantu dan zannu (aku yakin dan mereka yakin). Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al-Jabari, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan bahwa semua lafaz zan di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna ilmu (pengetahuan/yakin). Sanad riwayat ini berpredikat sahih.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Menurutnya, lafaz zan di sini menunjukkan makna yakin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal dengan perkataan Abul Aliyah telah diriwayatkan dari Mujahid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah.
Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari ibnu Juraij, mengenai makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Yakni mereka yakin bahwa mereka pasti akan menemui Tuhan mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terdapat pada ayat lain, yaitu firman-Nya:
إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلاقٍ حِسَابِيَهْ
Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. (Al-Haqqah: 20)
Maksudnya, dia merasa yakin akan hal tersebut. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut kami, di dalam kitab sahih disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَلَمْ أُزَوِّجْكَ، أَلَمْ أُكْرِمْكَ، أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرَبَّعُ؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟ فَيَقُولُ: لَا. فَيَقُولُ اللَّهُ: الْيَوْمَ أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي".
bahwa di hari kiamat kelak Allah SWT. berfirman kepada seorang hamba: "Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin dan berkuasa?" Hamba itu berkata, "Memang benar." Allah SWT. berfirman, "Apakah engkau meyakini bahwa engkau akan menemui-Ku?" Hamba tersebut menjawab, "Tidak." Maka Allah berfirman, "Pada hari ini Aku melupakanmu seperti kamu dahulu melupakan-Ku."
Pembahasan ini akan diketengahkan dengan panjang lebar, insya Allah, dalam membahas tafsir firman-Nya:
نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. (At-Taubah: 67)

Tidak ada komentar: