PENENTUAN AWAL BULAN (2) Hisab Hakiki degan kriteria Wujudul Hilal

 PENENTUAN AWAL BULAN (2)
Hisab Hakiki degan kriteria Wujudul Hilal




sambungan edisi sebelumnya!

Tidak sedikit ulama yang mengatakan proses penghitungan posisi bulan dan matahari menggunakan hisab tidaklah akurat. Karena dianggap spekulatif belaka, ada semacam probabilitas kesalahan yang cukup besar di dalamnya. Salah satu ulama yang menolak hisab sebagai metode penentuan awal bulan qamariyah ini ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dalam kitab Majmu’ Fatawa, tokoh reformasi Islam pada abad pertengahan ini dengan tegas mengatakan bahwa puasa tidak bisa dimulai kecuali dengan melakukan rukyat terlebih dahulu.


 

Di masa sekarang, ilmu hisab mencapai tingkat akurasi yang tinggi. Ketinggian bulan, misalnya, dapat diketahui sampai pada ukuran detiknya. Lama rata-rata peredaran Bulan mengelilingi Matahari adalah 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik. Tidak heran bila Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam kitab Kayfa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah mengatakan bahwa hisab bersifat qath’i. Justru penggunaan rukyat seringkali tidak akurat karena terhalang oleh cuaca alam, alat optik, dan kemampuan manusia itu sendiri. 

 

Maklumat Majelis Tarjih PP Muhammadiyah

Berdasarkan hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hasil hisab awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Zulhijjah 1445 Hijriyah adalah sebagai berikut:

A. Ramadhan 1445 Hijriyah 

1.  Pada hari Ahad Legi, 29 Syakban 1445 Hijriyah bertepatan dengan 10 Maret 2024 Miladiyah, ijtimak jelang Ramadhan 1445 Hijriyah terjadi pada pukul 16:07:42 WIB.

2.   Tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta ( = -07° 48¢ LS dan  = 110° 21 BT) = +00° 56′ 28″ (hilal sudah wujud).

3.    Pada saat Matahari terbenam, Ahad, 10 Maret 2024 Miladiyah, di wilayah Indonesia Bulan berada di atas ufuk (hilal sudah wujud) kecuali di Wilayah Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Papua Barat Daya.

4.    Di wilayah Indonesia tanggal 1 Ramadhan 1445 Hijriyah jatuh pada hari Senin Pahing, 11 Maret 2024 Miladiyah.

B. Syawwal 1445 Hijriyah  

1.    Pada hari Senin Kliwon, 29 Ramadhan 1445 Hijriyah bertepatan dengan 8 April 2024 M, ijtimak jelang Syawal 1445 Hijriyah belum terjadi. Ijtimak jelang Syawal 1445 Hijriyah terjadi pada hari Selasa Legi, 30 Ramadan 1445 Hijriyah bertepatan dengan 9 April 2024 Miladiyah pukul 01:23:10 WIB.

2.    Tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam tanggal 9 April 2024 Miladiyah di Yogyakarta (f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT) = +06° 08¢ 28² (hilal sudah wujud), dan di wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam Bulan berada di atas ufuk.

3.   Di wilayah Indonesia tanggal 1 Syawwal 1445 Hijriyah jatuh pada hari Rabu Pahing, 10 April 2024 Miladiyah.

C. Zulhijah 1445 Hijriyah

1.  Pada hari Kamis Wage, 29 Zulqa’dah 1445 Hijriyah bertepatan dengan 6 Juni 2024 Miladiyah, ijtimak jelang Zulhijjah 1445 Hijriyah terjadi pada pukul 19:39:58 WIB.

2.  Tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta (f = -07° 48¢ LS dan l = 110°21¢ BT) = -03° 32¢ 39² (hilal belum wujud), dan di wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu Bulan berada di bawah ufuk.

3.      Umur bulan Zulqa’dah 1445 Hijriyah disempurnakan (istikmal) menjadi 30 hari.

4.    Di wilayah Indonesia tanggal 1 Zulhijjah 1445 Hijriyah jatuh pada hari Sabtu Legi, 8 Juni 2024 Miladiyah.

5.     Hari Arafah (9 Zulhijjah 1445 Hijriyah) jatuh pada hari Ahad Wage, 16 Juni 2024 Miladiyah.

6.   Idul Adha (10 Zulhijjah 1445 Hijriyah) jatuh pada hari Senin Kliwon, 17 Juni 2024 Miladiyah.

Demikian hasil hisab awal Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah 1445 Hijriyah yang ditetapkan di Yogyakarta, tanggal 16 Jumadil Akhir 1445 Hijriyah atau 29 Desember 2023 Miladiyah oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ketua Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag., Wakil Sekretaris Atang Solihin, S.Pd.I.. M.S.I.

Lebih jelasnya bisa klik MAKLUMAT PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH  


Melalui Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Rahmadi Wibowo dalam acara Sosialisasi Ketarjihan pada Sabtu (23/04) yang lalu menyampaikan sembilan alasan mengapa persyarikatan Muhammadiyah yakin menggunakan hisab dalam penentuan awal bulan Qamariyah, di antaranya:

 

1. Semangat Al Quran adalah penggunaan hisab

Dalam al-Qur’an terdapat dua ayat yang mengandung isyarat dengan jelas kepada  hisab, QS. Ar-Rahman ayat 5. Ayat ini tidak sekadar memberi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan bulan. Sedangkan dalam QS. Yunus ayat 5 menyebutkan bahwa menghitung gerak matahari dan bulan sangat berguna untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.

 

2. Hadits-hadits yang memerintahkan rukyat adalah perintah berillat

Menurut Rasyid Ridha dan Musthafa az-Zarqa, perintah rukyat dalam beberapa hadits Nabi SAW merupakan perintah yang mengandung illat atau memiliki alasan hukum, yaitu kondisi umat pada saat itu masih belum mengenal tulis baca dan hisab (ummi), apalagi pada waktu itu Islam baru berkembang di daratan jazirah Arab, sehingga untuk memudahkan Nabi SAW untuk memberikan perintah dan sarana yang tersedia saat itu, hanya rukyat. Dalam keadaan umat Islam yang telah tersebar luas, rukyat tidak dapat mencakup seluruh permukaan bumi saat visibilitas pertama.

 

3. Rukyat bukan ibadah, melainkan sarana

Metode rukyat bukan bagian dari ibadah mahdhah, melainkan alat untuk menentukan waktu. Penggunaan rukyat tidak memungkinkan kita meramalkan tanggal jauh hari ke depan karena kepastian tanggal baru diketahui sehari sebelum bulan baru pada setiap bulan. Sebagai alat rukyat, maka dapat diubah dengan model penghitungan secara eksak demi tercapainya suatu tujuan. Dan juga, dalam hadis Nabi SAW tentang penentuan awal bulan, yang menjadi ibadah mahdhah adalah puasa, bukan rukyat.

 

4. Rukyat tidak bisa digunakan untuk membuat kalender unifikatif

Pembuatan kalender mau tidak mau harus menggunakan perhitungan astronomis, karena sangat mustahil manajemen waktu terbuat dari aktivitas mengamati hilal. Akan sangat merepotkan bila pembuatan kalender menggunakan rukyat, karena kaberannya sangat bersifat terbatas pada letak geografis tertentu pada hari pertama visibilitas hilal. Hal ini akan berdampak pada berbedanya tanggal hijriyah di berbagai tempat.

 

Atau fakta sarana atau alat lain dalam urusan ibadah bagi sebagian kaum muslimin yang berpegang pada rukyat, yaitu waktu shalat, kenapa waktu shalat tidak menggunakan alat seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi pada saat itu, yaitu menggunakan ukuran bayangan suatu benda, bahkan masjid atau mushalla sampai saat ini alat yang digunakan oleh sebagian kaum muslimin tersebut adalah waktu shalah dengan jam yang notabennya berasal dari perhitungan matahari, lalu menjadi waktu yang berupa jam.

 

5. Rukyat tidak dapat meramalkan tanggal jauh hari kedepan

Penggunaan rukyat tidak dapat menyatukan hari-hari raya Islam di seluruh dunia, serta tidak dapat menata sistem waktu secara prediktif ke masa depan maupun ke masa lalu. Kenyataan ini membawa akibat serius seperti selama 1500 tahun yang lalu, Islam belum memiliki kalender Islam terpadu dan komprehensif yang dijadikan sebagai acuan bersama bagi kaum muslimin dunia, yang disebut kalender global.

 

6. Rukyat tidak bisa menyatukan awal bulan Islam secara global

Metode rukyat tidak dapat menyatukan seluruh dunia dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Misalnya, sebagian bumi sebelah barat telah bisa melihat hilal sehingga akan memulai bulan kamariah baru keesokan harinya, sementara muka bumi sebelah timur pada hari yang sama tidak dapat melihat hilal sehingga memulai bulan kamariah baru lusa. Akibatnya tanggal hijriah jatuh berbeda. Sederhananya, hilal yang terlihat di Indonesia berlaku bagi kawasan Indonesia dan tidak berlaku pada kawasan Afrika. Jika seperti ini, masing-masing kawasan akan memiliki kalender yang berbeda-beda.

 

7. Jangkauan rukyat terbatas

Dalam kenyataan riil, rukyat tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia. Apalagi rukyat saat visibilitas pertama hanya meliputi sebagian muka bumi. Pada saat di suatu bagian dunia sudah terlihat hilal, daerah lain belum mengalaminya, bahkan di tempat itu bulan masih di bawah ufuk. Hilal tidak dapat terukyat di seluruh muka bumi pada sore hari yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan memulai awal bulan kamariah baru. Kalau itu terjadi dengan Dzulhijah, maka terjadi persoalan kapan melaksanakan puasa Arafah.

 

8. Rukyat menimbulkan masalah dalam pelaksaan puasa Arafah

Penggunaan rukyat mengakibatkan tidak dapat menjatuhkan hari Arafah serentak di seluruh dunia sehingga menimbulkan masalah dalam pelaksanaan ibadah puasa Arafah. Hal itu akan berdampak kepada kawasan-kawasan yang jauh dari Mekah seperti Indonesia tidak serentaknya jatuh hari Arafah.

 

9. Faktor Alam seperti Cuaca

Hadis Ibn ‘Umar riwayat al-Bukhari dan Muslim di muka yang menyatakan bahwa, “Jika hilal di atasmu terhalang awan, maka estimasikanlah,” memberi tempat bagi penggunaan hisab di kala bulan tertutup awan. Artinya hisab digunakan pada saat ada kemusykilan melakukan rukyat karena faktor alam bulan tertutup awan. Selesai. sambungan edisi sebelumnya!




PENENTUAN AWAL BULAN (2) Hisab Hakiki degan kriteria Wujudul Hilal PENENTUAN AWAL BULAN (2) Hisab Hakiki degan kriteria Wujudul Hilal Reviewed by sangpencerah on Maret 07, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar: