Tidak sedikit ulama yang mengatakan proses penghitungan posisi bulan dan matahari menggunakan hisab tidaklah akurat. Karena dianggap spekulatif belaka, ada semacam probabilitas kesalahan yang cukup besar di dalamnya. Salah satu ulama yang menolak hisab sebagai metode penentuan awal bulan qamariyah ini ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dalam kitab Majmu’ Fatawa, tokoh reformasi Islam pada abad pertengahan ini dengan tegas mengatakan bahwa puasa tidak bisa dimulai kecuali dengan melakukan rukyat terlebih dahulu.
Maklumat Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah
Berdasarkan hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal
yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
hasil hisab awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Zulhijjah 1445 Hijriyah adalah
sebagai berikut:
A. Ramadhan 1445 Hijriyah
1. Pada
hari Ahad Legi, 29 Syakban 1445 Hijriyah bertepatan dengan 10 Maret 2024 Miladiyah,
ijtimak jelang Ramadhan 1445 Hijriyah terjadi pada pukul 16:07:42 WIB.
2. Tinggi
Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta ( = -07° 48¢ LS
dan = 110° 21 BT) = +00° 56′
28″ (hilal sudah wujud).
3. Pada
saat Matahari terbenam, Ahad, 10 Maret 2024 Miladiyah, di wilayah Indonesia
Bulan berada di atas ufuk (hilal sudah wujud) kecuali di Wilayah Maluku Utara,
Papua, Papua Barat dan Papua Barat Daya.
4. Di
wilayah Indonesia tanggal 1 Ramadhan 1445 Hijriyah jatuh pada hari Senin
Pahing, 11 Maret 2024 Miladiyah.
B. Syawwal 1445 Hijriyah
1. Pada
hari Senin Kliwon, 29 Ramadhan 1445 Hijriyah bertepatan dengan 8 April 2024 M,
ijtimak jelang Syawal 1445 Hijriyah belum terjadi. Ijtimak jelang Syawal 1445
Hijriyah terjadi pada hari Selasa Legi, 30 Ramadan 1445 Hijriyah bertepatan
dengan 9 April 2024 Miladiyah pukul 01:23:10 WIB.
2. Tinggi
Bulan pada saat Matahari terbenam tanggal 9 April 2024 Miladiyah di Yogyakarta
(f =
-07° 48¢ LS
dan l = 110° 21¢ BT)
= +06° 08¢ 28² (hilal
sudah wujud), dan di wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam Bulan berada
di atas ufuk.
3. Di
wilayah Indonesia tanggal 1 Syawwal 1445 Hijriyah jatuh pada hari Rabu Pahing,
10 April 2024 Miladiyah.
C. Zulhijah 1445 Hijriyah
1. Pada
hari Kamis Wage, 29 Zulqa’dah 1445 Hijriyah bertepatan dengan 6 Juni 2024
Miladiyah, ijtimak jelang Zulhijjah 1445 Hijriyah terjadi pada pukul 19:39:58
WIB.
2. Tinggi
Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta (f =
-07° 48¢ LS
dan l = 110°21¢ BT)
= -03° 32¢ 39² (hilal
belum wujud), dan di wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu Bulan
berada di bawah ufuk.
3. Umur
bulan Zulqa’dah 1445 Hijriyah disempurnakan (istikmal) menjadi 30 hari.
4. Di
wilayah Indonesia tanggal 1 Zulhijjah 1445 Hijriyah jatuh pada hari Sabtu Legi,
8 Juni 2024 Miladiyah.
5. Hari
Arafah (9 Zulhijjah 1445 Hijriyah) jatuh pada hari Ahad Wage, 16 Juni 2024
Miladiyah.
6. Idul
Adha (10 Zulhijjah 1445 Hijriyah) jatuh pada hari Senin Kliwon, 17 Juni 2024
Miladiyah.
Demikian hasil hisab awal Ramadhan, Syawwal dan
Zulhijjah 1445 Hijriyah yang ditetapkan di Yogyakarta, tanggal 16 Jumadil Akhir
1445 Hijriyah atau 29 Desember 2023 Miladiyah oleh Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ketua Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag., Wakil
Sekretaris Atang Solihin, S.Pd.I.. M.S.I.
Melalui Anggota
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Rahmadi Wibowo dalam acara Sosialisasi Ketarjihan pada Sabtu (23/04) yang
lalu menyampaikan sembilan alasan mengapa persyarikatan Muhammadiyah yakin
menggunakan hisab dalam penentuan awal bulan Qamariyah, di antaranya:
1.
Semangat Al Quran adalah penggunaan hisab
Dalam
al-Qur’an terdapat dua ayat yang mengandung isyarat dengan jelas kepada hisab, QS. Ar-Rahman ayat 5. Ayat ini tidak
sekadar memberi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan
terhadap gerak matahari dan bulan. Sedangkan dalam QS. Yunus ayat 5 menyebutkan
bahwa menghitung gerak matahari dan bulan sangat berguna untuk mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan waktu.
2. Hadits-hadits yang memerintahkan rukyat adalah
perintah berillat
Menurut
Rasyid Ridha dan Musthafa az-Zarqa, perintah rukyat dalam beberapa hadits Nabi SAW merupakan perintah yang
mengandung illat atau memiliki alasan hukum, yaitu kondisi umat
pada saat itu masih belum mengenal tulis baca dan hisab (ummi), apalagi pada
waktu itu Islam baru berkembang di daratan jazirah Arab, sehingga untuk
memudahkan Nabi SAW untuk memberikan perintah dan sarana yang tersedia saat
itu, hanya rukyat. Dalam keadaan umat Islam yang telah tersebar luas, rukyat
tidak dapat mencakup seluruh permukaan bumi saat visibilitas pertama.
3.
Rukyat bukan ibadah, melainkan sarana
Metode
rukyat bukan bagian dari ibadah mahdhah, melainkan alat untuk menentukan waktu.
Penggunaan rukyat tidak memungkinkan kita meramalkan tanggal jauh hari ke depan
karena kepastian tanggal baru diketahui sehari sebelum bulan baru pada setiap
bulan. Sebagai alat rukyat, maka dapat diubah dengan model penghitungan secara
eksak demi tercapainya suatu tujuan. Dan juga, dalam hadis Nabi SAW tentang
penentuan awal bulan, yang menjadi ibadah mahdhah adalah puasa, bukan rukyat.
4.
Rukyat tidak bisa digunakan untuk membuat kalender unifikatif
Pembuatan
kalender mau tidak mau harus menggunakan perhitungan astronomis, karena sangat
mustahil manajemen waktu terbuat dari aktivitas mengamati hilal. Akan sangat
merepotkan bila pembuatan kalender menggunakan rukyat, karena kaberannya sangat
bersifat terbatas pada letak geografis tertentu pada hari pertama visibilitas
hilal. Hal ini akan berdampak pada
berbedanya tanggal hijriyah di berbagai tempat.
Atau
fakta sarana atau alat lain dalam urusan ibadah bagi sebagian kaum muslimin yang
berpegang pada rukyat, yaitu waktu shalat, kenapa waktu shalat tidak
menggunakan alat seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi pada saat itu, yaitu menggunakan
ukuran bayangan suatu benda, bahkan masjid atau mushalla sampai saat ini alat
yang digunakan oleh sebagian kaum muslimin tersebut adalah waktu shalah dengan
jam yang notabennya berasal dari perhitungan matahari, lalu menjadi waktu yang
berupa jam.
5.
Rukyat tidak dapat meramalkan tanggal jauh hari kedepan
Penggunaan
rukyat tidak dapat menyatukan hari-hari raya Islam di seluruh dunia, serta
tidak dapat menata sistem waktu secara prediktif ke masa depan maupun ke masa
lalu. Kenyataan ini membawa akibat serius seperti selama 1500 tahun yang lalu,
Islam belum memiliki kalender Islam terpadu dan komprehensif yang dijadikan
sebagai acuan bersama bagi kaum muslimin dunia, yang disebut kalender global.
6.
Rukyat tidak bisa menyatukan awal bulan Islam secara global
Metode
rukyat tidak dapat menyatukan seluruh dunia dengan prinsip satu hari satu
tanggal di seluruh dunia. Misalnya, sebagian bumi sebelah barat telah bisa
melihat hilal sehingga akan memulai bulan kamariah baru keesokan harinya,
sementara muka bumi sebelah timur pada hari yang sama tidak dapat melihat hilal
sehingga memulai bulan kamariah baru lusa. Akibatnya tanggal hijriah jatuh
berbeda. Sederhananya, hilal yang terlihat di Indonesia berlaku bagi kawasan
Indonesia dan tidak berlaku pada kawasan Afrika. Jika seperti ini,
masing-masing kawasan akan memiliki kalender yang berbeda-beda.
7.
Jangkauan rukyat terbatas
Dalam
kenyataan riil, rukyat tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia. Apalagi
rukyat saat visibilitas pertama hanya meliputi sebagian muka bumi. Pada saat di
suatu bagian dunia sudah terlihat hilal, daerah lain belum mengalaminya, bahkan
di tempat itu bulan masih di bawah ufuk. Hilal tidak dapat terukyat di seluruh
muka bumi pada sore hari yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan
memulai awal bulan kamariah baru. Kalau itu terjadi dengan Dzulhijah, maka
terjadi persoalan kapan melaksanakan puasa Arafah.
8.
Rukyat menimbulkan masalah dalam pelaksaan puasa Arafah
Penggunaan
rukyat mengakibatkan tidak dapat menjatuhkan hari Arafah serentak di seluruh
dunia sehingga menimbulkan masalah dalam pelaksanaan ibadah puasa Arafah. Hal
itu akan berdampak kepada kawasan-kawasan yang jauh dari Mekah seperti
Indonesia tidak serentaknya jatuh hari Arafah.
9.
Faktor Alam seperti Cuaca
Hadis Ibn ‘Umar riwayat al-Bukhari dan Muslim di muka yang menyatakan bahwa, “Jika hilal di atasmu terhalang awan, maka estimasikanlah,” memberi tempat bagi penggunaan hisab di kala bulan tertutup awan. Artinya hisab digunakan pada saat ada kemusykilan melakukan rukyat karena faktor alam bulan tertutup awan. Selesai. sambungan edisi sebelumnya!

Tidak ada komentar: