SIAPAKAH NABI MUHAMMAD ITU?
Oleh. Redaksi Suara
Muhammadiyah
Pada suatu kesempatan Prof. Dr.
Abdul Mu’ti, M.Ed sebagai sektum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang saat ini
menjabat sebagai menteri pendidikan dasar dan menengah, menjelaskan keberimanan
kita terhadap sosok pilihan Allah SWT dari seorang hamba biasa sampai menjadi
hamba luar biasa, bahkan pernyataan ini diakui oleh kalangan non muslim,
bagaimana, dan siapa Nabi Muhammad SAW. Bahkan ada seorang penulis non muslim, Penulis 101 tokoh paling berpengaruh di dunia
adalah Michael H. Hart dalam
bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, meskipun judulnya
menyebutkan 100 tokoh, daftar tersebut seringkali mengacu pada 101 orang karena
penambahan satu tokoh di edisi revisinya, dan ia adalah seorang non-Muslim yang
menempatkan Nabi Muhammad SAW di urutan pertama dalam karya bukunya.
Demikian juga halnya dengan peringatan Maulid Nabi SAW tidak memiliki dalil
khusus dari Nabi Muhammad SAW, bukan berarti peringatan Maulid Nabi SAW adalah
hal yang terlarang.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Abdul Mu’ti bahkan menyebut Maulid Nabi SAW memiliki peran penting
dalam kemenangan umat Islam untuk membebaskan Yerusalem dan Al-Aqsha di bawah
kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayubi.
Bagaimana
dengan kita, seberapa yakin kita dengan sosok Rasulullah SAW?
Benarkah nabi Muhammad itu
Rasulullah (utusan Allah) dan jika benar, untuk siapa beliau di utus? Untuk
membahas hal ini mari baca bersama-sama dengan cermat dan teliti yang dibarengi
dengan analisa tipis-tipis saja. Banyak sekali tulisan tentang kehidupan Nabi
Muhammad SAW baik dari kalangan muslim maupun non muslim. Di antara tulisan dari
penulis muslim yang klasik dan otoritatif adalah Sirah al-Nabawiah karya Ibnu
Hisham (wafat 833 M). sementara
Tulisan dari penulis
non muslim di antaranya adalah Muhammad: Prophet For Our Time (2006) karya
orientalis Inggris Karen Armstrong.
Karya yang paling populer, bahkan menjadi bagian dari
ritual umat Islam adalah Kitab Maulid al-Barzanji yang ditulis Ja’far bin Hasan
al-Barzani. Kitab ini sangat populer dan dibaca dalam berbagai perayaan saat
kelahiran dan perayaan Maulid Nabi SAW, biasanya kaum muslimin melakukannya pada Bulan Rabiul Awwal. Sebagian umat Islam membaca
dari tanggal 1-12 Rabiul Awwal. Sebagian lainnya membaca sepanjang Bulan Rabiul
Awwal. Bahkan hanya pada
tanggl 12 Rabiul Awal saja, hal ini sangat bervariasi sekali mengingat
perayaan/peringatan semacam ini tidak ada petunjuk pasti dan jelas dari
Rasulullah SAW, kenapa hal ini terjadi?, karena para pengikut Nabi Muhammad berkeinginan
untuk mengenang hari, bulan kelahiran baginda Rasulullah SAW, sehingga wajar
jika pelaksanaanya tidak mengikat waktu tertentu, beda dengan halnya dengan
tuntunan wajib yang diperintahkan lagsung dalam agama, misalnya; perintah
shalat, puasa dan haji, maka dalam pelaksanaanya sangat terikat dengan waktu
dan pelakunya harus memenuhi ketentuan tertenu dan dilakukan secara bersamaan.
Dalam karya-karya mereka
membahas seputar sejarah, jejak hidupnya, selain itu juga menjelaskan tentang keluarga, kepribadian, dan
perjuangan, semua tulisan menjelaskan kunci sukses perjuangan dan kepemimpinan
Nabi Muhammad adalah akhlaknya yang luhur. “Dan, sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah seorang yang
benar-benar berakhlak mulia (Qs.
Al-Qalam [68]: 4). Akhlak Nabi Muhammad sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Aisyah Raha adalah Alquran.
Dilihat dari silsilah keluarga, Nabi Muhammad adalah
seorang yang elit. Nabi Muhammad adalah keturunan Bani Hasyim
dari suku Quraish yang memiliki kedudukan tinggi dan sangat dihormati di kalangan bangsa arab. Dalam masyarakat Arab, silsilah keluarga sangat
menentukan kehormatan dan penghormatan bagi seseorang menurut kebiasaan orang-orang
arab terdahulu.
Masyarakat Arab jahiliah sangat bangga dengan
keluarga dan golongan. Setiap tahun, bangsa Arab menyelenggarakan lomba
bersyair yang berisi pemujaan terhadap leluhur. Masyarakat Arab seringkali
terlibat perang antar suku. Demi membela suku, mereka rela mati. Perang suku
hampir terjadi ketika masing-masing kabilah bersikukuh meletakkan kembali Hajar
Aswad ke Ka’bah. Para kepala suku sudah bersumpah dengan mencelupkan tangan ke
dalam bejana yang berisi darah. Peperangan dapat dihindari karena kebijaksanaan
Muhammad muda yang mengajak semua kepala mengangkat bersama-sama Hajar Aswad
yang diletakkan di atas sorban yang terbentang. Dalam masyarakat jahiliah nasab
tidak hanya menentukan kehormatan, tetapi juga nasib seseorang. Karena nasab,
seseorang banyak mendapatkan keistimewaan dalam masyarakat.
Mengikuti teori piramida sosial, seorang dari
kalangan ningrat, priyayi, atau darah biru adalah elit yang berada di puncak
hirarki. Perbudakan dan feodalisme dalam masyarakat Arab jahiliah berakar pada
persoalan trah atau nasab seseorang. Meskipun berasal dari keluarga elit, Nabi
Muhammad SAW tidak elitis. Seorang ningrat yang tetap merakyat, sugih (kaya)
yang tidak semugih, priyayi yang tidak mriyayi.
Dalam Kitab Maulid al-Barzanji bab ke 18, Imam
al-Barzanji menulis: “Nabi Muhammad adalah seorang yang pemalu dan tawadhu, mau
memperbaiki terompahnya sendiri, menjahit pakaian sendiri, memerah kambing, dan
membantu keperluan (pekerjaan) dalam rumah tangganya.”
Walaupun berasal dari keluarga elit, Nabi Muhammad SAW
bergaul dengan siapa saja. Beberapa riwayat menyebutkan beliau justru lebih
banyak bergaul dengan komunitas akar rumput, kaum lemah, masyarskat kelas
bawah. Nabi Muhammad SAW disebut Abu al-Yatama antara lain karena kedekatan,
cinta, dan pelayanan anak-anak yatim. Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang
memiliki empati dan kepedulian sosial yang tinggi. Dalam kaitan ini, Imam
Al-Barzanji menulis; Beliau menyukai orang fakir dan miskin, suka duduk
bersama, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, dan tidak pernah menghina
seseorang betapapun sangat miskin dan melarat.
Transformasi
Nabi Muhammad SAW adalah uswah hasanah bagi manusia
yang berharap rahmat Allah SWT, percaya hari akhir, dan senantiasa ingat Allah
SWT (Qs. Al-Ahzab [33]: 21).
Disebut uswah hasanah (teladan yang baik) karena
dalam diri Rasulullah SAW terdapat keutamaan. Keutamaan ini melekat dan menjadi
milik Nabi. Kedua, keteladanan itu menjadi sumber ajaran, nilai, dan inspirasi
bagi kaum beriman yang senantiasa dekat dengan Allah SWT.
Ketiga, berusaha mengikuti dan menginternalisasi
nilai-nilai ajaran dan kepribadian Nabi sehingga manusia memiliki kepribadian
utama serta meraih hasanah: kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup. Dalam
kehidupan yang serba hedonis dan materialistis manusia seringkali terjebak dan
larut dalam arus kehidupan yang glamor, hidup mewah, megah, dan wah.
Manusia terlena dalam kebahagiaan fana dengan
memamerkan harta. Banyak orang yang suka flexing demi gengsi dan harga diri.
Bahkan, untuk itu, banyak manusia yang lupa diri, aji mumpung, dan menghalalkan
segala cara mengejar kenikmatan dunia. Banyak orang yang tidak merasa malu
menggunakan fasilitas yang bukan haknya. Empati dan simpati kepada yang papa
dan menderita mulai sirna.
Sekarang ini, tidak sedikit orang yang
mempertontonkan perilaku jahiliah dengan memanfaatkan dan memanipulasi silsilah
dalam wujud nepotisme dan oligarki. Kesederhanaan adalah sikap hidup yang
sangat mulia. Seorang hidup dalam kesederhanaan bukan karena tidak berkecukupan/tidak punya, tetapi memilih untuk hidup secukupnya. ”Seseorang hidup
sederhana dengan sikap qanaah dan zuhud, senantiasa bersyukur atas nikmat Allah
dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki.
Harta yang berlebih, disedekahkan buat sesama dan
mereka yang membutuhkan. Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang berharta (sugih)
tetapi tidak sok kaya (semugih). Dalam al-Barzanji disebutkan Nab Muhammad SAW adalah
seorang yang pemaaf, setia kawan, rendah hati, tetapi tidak rendah diri. Kalau
berjalan lebih suka di belakang.
Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin yang melayani.
Sosok pemimpin seperti ini, sekarang ini, sangat diperlukan. Pemimpin muslim,
umat Muhammad, perlu menjadikan dirinya sebagai servant leader dan
mengembangkan servant leadership yang
dekat dan berpihak kepada kaum dhuafa, komunitas marginal yang seringkali
terpinggirkan. Semoga dengan peringatan Maulid Nabi, kita semua dapat
meneladani dan mentransformasikan kehidupan Nabi, terutama sikap hidup
sederhana, bersahaja, melayani, dan menghargai sesama.
Reviewed by sangpencerah
on
September 05, 2025
Rating:




Tidak ada komentar: