Amanah, Pilar Iman yang Terlupakan

 Amanah, Pilar Iman yang Terlupakan
 Oleh. A. Fakhrur Rouzi SH.I.,M.Pd.I
Guru SMP AM3 Klojen Kota Malang dan Anggota CMM 




Dalam khazanah Islam, amanah menempati posisi yang sangat fundamental. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ ayat 58:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…”

Ayat ini menegaskan bahwa amanah bukan sekadar etika sosial, melainkan perintah ilahi yang menjadi fondasi peradaban. Rasulullah ï·º bahkan menegaskan: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah.” (HR. Ahmad).

Sayangnya, di tengah derasnya arus modernisasi dan kompleksitas kehidupan, amanah kerap menjadi nilai yang terkikis. Ia lebih sering dijadikan jargon ketimbang dipraktikkan. Inilah adalah sebuah ironi, kita adalah bangsa religius, tetapi krisis amanah justru merajalela dalam sendi-sendi kehidupan.

Banyak orang yang ingin merebut amanah, tetapi tidak semua orang mau menunaikannya dengan tulus dan berkhidmat dengan jiwa jihad. Amanah yang hanya dipikul di ujung kepala yang penuh dengan ambisi dan kepentingan minus ketulusan dan pengkhidmatan dilukiskan Nabi sebagai orang yang dicabut amanah itu dari hatinya, fatuqbalu al amanah min qalbihi. Mengapa demikian karena menurut sabda Nabi SAW, bahwa sumber amanah itu ada di hati (kalbu) dan hati itu tempat berseminya iman.

Dengan kata lain tiada amanah tanpa hati dan hampalah hati tanpa iman. Amanah itu letaknya bukan di ikrar lisan tetapi terletak dalam jantung hati dan perbuatan yang bersendikan ikhlas karena Allah SWT dan didasari dengan dorongan iman.

Bila kita tengok realita hari ini krisis amanah telah terjadi dibeberapa titik. Di ranah politik dan birokrasi, publik sering dibuat kecewa oleh praktik korupsi, nepotisme, serta janji-janji yang diingkari. Padahal, jabatan adalah amanah rakyat sekaligus amanah Allah SWT. Namun dalam praktiknya, tidak sedikit yang menjadikan kursi kekuasaan sebagai ladang kepentingan pribadi.

Berapa banyak orang yang telah berikrar untuk menunaikan amanah, namun dalam praktiknya tidak benar-benar dijalankan kecuali yang ringan-ringan dan menyenangkan saja. Orang yang semacam ini termasuk kategori orang yang kehilangan amanah. Boleh jadi yang orang tersebut secara resmi masih memegang amanah, tapi karena tidak sepenuhnya bermuara di hati yang tulus dan tidak dipondasi dengan iman yang kokoh, maka lama kelamaan amanah itu akan berbelok arah dan akan semakin jauh dari harapan semula.

Mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo, pernah mengingatkan: “Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terbesar terhadap amanah rakyat. Selama pejabat tidak menjadikan amanah sebagai landasan iman, maka praktik kecurangan akan terus terulang.”

Di dunia pendidikan, kita masih menyaksikan fenomena siswa menyontek, guru yang mengajar sekadar menggugurkan kewajiban, hingga lembaga yang lebih mengejar angka ketimbang integritas. Padahal pendidikan adalah amanah besar untuk mencetak generasi berkarakter. KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, jauh-jauh hari menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar mentransfer ilmu, melainkan mendidik akhlak. “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah,” pesan beliau. Kalimat ini dapat dipahami sebagai ajakan menjaga amanah dalam mengemban tanggung jawab pendidikan.

Dalam kehidupan sosial sehari-hari, amanah pun sering diabaikan. Contoh sederhana: pegawai yang bolos atau bermain gawai saat jam kerja, warga yang membuang sampah sembarangan meski sudah ada aturan, hingga pengendara yang tidak taat lalu lintas. Semua itu adalah bentuk pengkhianatan amanah kecil yang berdampak besar pada keteraturan sosial.

Krisis amanah ini berakibat sistemik yaitu menurunnya kepercayaan publik, rapuhnya keadilan sosial, hingga munculnya ketidakpuasan yang memicu konflik.

Amanah Sebagai Cermin Iman

Mengapa amanah begitu penting? Maka jawabanya adalah amanah dan iman adalah bagian yang tidak terpisahkan, bagai dua sisi uang logam yang selalu bersama. Al Amanah berasal dari kata a-m-n yang serumpun dengan dengan kata iman yang berarti kepercayaan. Akar sekaligus puncak dari iman ialah tauhid yaitu kepercayaan mutlak pada Allah Yang Maha Esa.

Sehingga amanah adalah refleksi langsung dari iman. Orang beriman meyakini bahwa setiap tanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Rasulullah ï·º bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa sekecil apapun peran kita—sebagai orang tua, guru, pelajar, pekerja, bahkan warga biasa—semuanya adalah pemimpin atas amanah yang diemban.

Jika seseorang benar-benar beriman, maka ia akan berhati-hati dalam menjaga kepercayaan. Sebaliknya, jika iman hanya sebatas identitas, maka amanah akan mudah diabaikan.

Mengembalikan Amanah di Tengah Krisis Moral

Lalu, bagaimana menghidupkan kembali amanah di tengah krisis kepercayaan yang melanda masyarakat? Ada beberapa langkah konkret yang bisa kita lakukan, yang pertama adalah menguatkan kesadaran spiritual. Menjalankan amanah tidak cukup dengan hukum atau aturan. Kesadaran imanlah yang menjadi benteng terkuat. Jika setiap orang merasa Allah mengawasi, maka ia akan menolak untuk mengkhianati amanah sekecil apapun.

Kedua, menumbuhkan budaya integritas. Integritas harus menjadi budaya di semua lini: rumah tangga, sekolah, tempat kerja, hingga lembaga pemerintahan. Orang tua wajib memberi teladan menepati janji; guru harus konsisten dengan etika profesi; pejabat harus transparan dalam kebijakan.

Ketiga, memberikan pendidikan karakter sejak dini. Anak-anak perlu diajarkan pentingnya amanah, bukan hanya melalui teori tetapi melalui praktik. Misalnya, memberi tugas kecil lalu menilai kejujurannya, atau memberi tanggung jawab di rumah dan menghargai komitmennya. Keempat, sanksi tegas terhadap pengkhianatan. Amanah yang dikhianati tidak boleh dibiarkan. Masyarakat dan negara harus memberikan sanksi yang tegas, adil, dan mendidik, agar tercipta efek jera sekaligus pembelajaran bersama.

Amanah sebagai Solusi Bangsa

Bila amanah ditegakkan, dampaknya sangat luas. Kepercayaan publik akan pulih, korupsi bisa ditekan, birokrasi menjadi bersih, dan masyarakat hidup dalam keteraturan. Amanah adalah fondasi yang bisa mengangkat martabat bangsa.

Prof. Din Syamsuddin, tokoh Muhammadiyah, pernah berkata: “Krisis terbesar bangsa ini bukan pada sumber daya alam, melainkan pada moralitas. Solusinya adalah iman yang melahirkan amanah, dan amanah yang melahirkan keadilan.”

Dalam konteks Indonesia, krisis moral yang seringkali kita keluhkan pada dasarnya berakar pada lemahnya kesadaran amanah. Jika para pejabat, pendidik, orang tua, hingga generasi muda berkomitmen menegakkan amanah, maka jalan menuju bangsa yang adil, makmur, dan bermartabat akan lebih terbuka.

Penutup, Kembali pada Iman

Menjalankan amanah bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi ibadah yang berakar dari iman. Amanah adalah harga diri seorang mukmin. Bila amanah hilang, maka runtuhlah keimanan.

Di tengah derasnya tantangan zaman, mari kita mulai dari diri sendiri: disiplin waktu, menepati janji, jujur dalam pekerjaan, bertanggung jawab atas peran. Dari hal-hal kecil itulah lahir kepercayaan besar.

Bangsa ini tidak kekurangan sumber daya, tetapi seringkali kekurangan amanah. Maka solusi terbaik bukan hanya pembangunan fisik, melainkan pembangunan iman yang melahirkan amanah. Dengan begitu, kita bisa mengembalikan marwah bangsa dan mewujudkan masyarakat yang lebih adil, bermartabat, dan diridhai Allah.

Dan pada akhirnya amanah itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Itulah ciri orang yang dicabut dan kehilangan amanah dari hatinya dan Allah SWT menyebut manusia yang ingkar amanah seperti itu dengan sosok “dhuluman jahula”, yakni orang dzalim dan bodoh, Allah berfirman dalam al Qur’an surat al Ahzab ayat 72, Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk menjalankan amanah dan menganugerahkan pemimpin-pemimpin yang amanah. Aamiin. Wallahu a’lam bish-shawab. 


Amanah, Pilar Iman yang Terlupakan  Amanah, Pilar Iman yang Terlupakan Reviewed by sangpencerah on September 19, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: