Memperhatikan dan memehami firman Allah SWT;
Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.(QS. Al-Ahzab;33:40)
Begitu juga
dengan sabda Rasulullah SAW
Sebelum
Rasulullah SAW wafat, beliau memberikan khutbah di saat haji wada’. Pesan ini
sangat penting karena isinya universal. Saya kutip sebagian teksnya dari Musnad
Ahmad (Hadts Nomor 22391):
Dari Abu
Nadhrah telah menceritakan kepadaku orang yang pernah mendengar
khutbah Rasulullah SAW ditengah-tengah hari
tasyriq, beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia! Rabb kalian satu, dan
ayah kalian satu (maksudnya Nabi Adam). Ingatlah. Tidak ada kelebihan bagi
orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan bagi orang ajam atas orang Arab,
tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi
orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan. Apa
aku sudah menyampaikan?” mereka menjawab: Iya, benar Rasulullah SAW
telah menyampaikan.”
Kitab Majma’
Zawaid (3/266) mengatakan perawinya shahih. Kalau belum
yakin juga dengan kesahihan Hadits di atas, Saya kutipkan dari tokoh yang
menjadi rujukan utama kawan-kawan harakah lain: Syekh al-Albani yang
juga mengatakan riwayat di atas sahih (as-sahihah, 6/199).
Riwayat di atas
secara blak-blakan dan apa adanya menyebut tidak ada kelebihan seorang manusia
di atas manusia lainnya berdasarkan etnik dan warna kulit. Sabda Nabi SAW
sesuai dengan pesan al-Qur’an: “Yang paling mulia di sisi Allah adalah orang
yang bertakwa” (QS al-Hujirat:13). Nabi tegaskan: “tidak ada keutamaan
orang Arab di atas orang non-Arab.”
Luar biasa apa
yang disinyalir dan sebagai pesan Rasulullah SAW di akhir hayatnya ini.
Tapi sayang masih
ada segelintir pihak yang merasa minder dan merasa kurang islami berhadapan
dengan orang Arab. Semua hal yang ber-bau Arab dianggap lebih baik dari tradisi
lainnya. Mereka mendasarkannya pada sejumlah riwayat. Saya kutip dari Sunan
at-Tirmidzi beberapa riwayat tersebut.
Sunan at-Tirmidzi (Hadits
Nomor 3862):
Nabi SAW bersabda:
“Wahai Salman, janganlah kamu membuatku marah, hingga kamu dapat berpisah
dari agamamu.” Kataku (Salman); “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin aku
membuatmu marah, padahal dengan perantaraanmu lah Allah memberi petunjuk kepada
kami.” Beliau bersabda: “yaitu Kamu membuat orang-orang Arab marah maka
sama dengan kamu telah membuatku marah.”
Imam Tirmidzi memberi
catatan penting: “Hadits ini adalah hadits gharib, kami tidak mengetahuinya
kecuali dari hadits Abu Badr Syuja’ bin al Walid. Dan saya mendengar Muhammad
bin Isma’il (yaitu Imam Bukhari) berkata; “Abu Dhabyan tidak pernah berjumpa
dengan Salman, karena Salman meninggal dunia sebelum Ali (meninggal).”
Penting buat kita
membaca catatan Imam Tirmidzi di atas karena Hadits ini seolah
mengatakan kalau kita membuat orang Arab marah, mana Nabi pun ikut marah dan
aqidah kita bisa lepas. Bahaya banget kan?! Syukurlah ternyata ini Hadits
gharib (asing/menyendiri). Dalam terminologi Sunan at-Tirmidzi, istilah Hadits
gharib itu maknanya serupa dengan Hadits dha’if.
Ada Hadits lain
dari Sunan at-Tirmidzi (nomor 3863):
Dari Utsman
bin ‘Affan dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa
menipu orang-orang Arab, maka ia tidak akan masuk (dari golongan yang akan)
mendapatkan syafa’atku, dan tidak pula mendapatkan kasih sayangku.”
Luar biasa kan?
Kalau orang Arab kena tipu, maka yang menipu gak disayang Nabi dan gak dapat
syafaat Nabi. Duh, gimana kalau kita yang ditipu sama Arab? Kok rasanya gak
fair sih? Bagaimana kedudukan riwayat di atas?
Dalam penjelasannya Imam at-Tirmidzi berkata; “Hadits ini adalah
hadits gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Hushain bin Umar
al-Ahmasi dari Mukhariq dan menurut ahli hadits, riwayatnya Hushain tidaklah
kuat.”
Kembali lagi, ini
ternyata juga Hadits gharib.
Karena itulah
maka menjadi sangat jelas sudah bahwa Hadits yang mengatakan tidak
ada kelebihan orang Arab di atas bangsa lainnya itu sahih. Sedangkan riwayat
keutamaan bangsa Arab patut kita pertanyakan. Tapi jangan salah. Kita juga
tidak boleh menghina orang Arab. Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an. Jalur
nasab Arab itu mulia hingga melahirkan Nabi Muhammad SAW.
Nabi mencintai kota Mekkah. Nabi Muhammad juga orang Arab. Tidak mungkin kita
membenci atau melecehkan bangsa dan tradisi Arab.
Bangsa Arab punya
kelebihan, tentu itu benar. Misalnya mereka terkenal hafalannya kuat. Tapi
bukan berarti kelebihan itu membuat semua orang Arab menjadi superior dari
orang non-Arab. Orang Arab yang tidak bersekolah dan tidak bisa baca-tulis di
masa modern ini tentu akan tertinggal dari bangsa lain yang mengamalkan
perintah Iqra’.
Di kalangan para
shahabat atau Mayoritas
shahabat
Nabi SAW juga orang Arab. Tidak boleh kita membenci sahabat Nabi SAW. Tapi
jangan lupa, ada juga sahabat Nabi SAW yang bukan orang Arab, seperti Salman dari
Parsi dan Bilal dari Etiopia (habasyah). Kita juga harus
mencintai sahabat non-Arab.
Memang di awal
perkembangan Islam, banyak ulama besar dari Arab. Imam Malik itu
lahir dan besar di Madinah. Namun jangan lupa, juga banyak orang non-Arab yang
menjadi ulama dan jasanya juga besar dalam sejarah Islam. Misalnya Abu Hanifah dari
Kufah keturunan Parsi. Begitu juga Imam Bukhari yang
bukan orang Arab.
Sejarawan besar
seperti Ibn Khaldun juga kritis terhadap orang Arab. Beliau
misalnya membahas dalam salah satu bab di kitabnya “Muqaddimah” bahwa bangsa
Arab hanya dapat berkuasa dengan mengambil sentimen keagamaan seperti kenabian
dan kewalian. Bahkan tanpa tedeng aling-aling Ibn Khaldun menulis
satu bab: bangsa Arab paling jauh dari keahlian. Ibn Khaldun menulis:
Sebagaimana kita ketahui bahwa kawasan atau wilayah timur tengah “Kita mendapati wilayah Arab dan berbagai
wilayah yang mereka tundukkan dengan bendera Islam demikian terbelakang secara
keseluruhan sehingga harus mendatangkan (keahlian) dari wilayah lain. Lihatlah
kerajaan di luar Arab seperti Cina, India, tanah Turki dan bangsa Kristen,
bagaimana mereka banyak memproduksi berbagai macam keahlian dan banyak bangsa
lain yang mengambil (keahlian) itu dari mereka”
di lain tempat dalam bab yang sama dan masih di kitab Muqaddimah, ibn
Khaldun menulis bab “kebanyakan ilmuwan Muslim adalah kaum non-Arab”.
Dalam uraiannya beliau menyebutkan bahwa ahli bahasa penyusun ilmu nahwu bukan
dari Arab, yaitu Sibawaih, al-Farisi, dan az-Zajjaj.
Begitu juga para perawi Hadits, ulama ushul al-fiqh, ilmu kalam dan ahli tafsir
juga kebanyakan non-Arab.
Dalam penjelasan
ini sama sekali
bukan maksud Ibn Khaldun merendahkan orang-Arab karena beliau
pun orang Arab. Ibn Khaldun (lahir 27 May 1332- wafat 17 Maret
1406) lahir di Tunis, keturunan Hadramaut Yaman yang nasabnya bersambung
ke Hujr bin Adi salah seorang sahabat Nabi Muhammad.
Ibn Khaldun menulis
catatan di atas dalam konteks untuk tidak melebih-lebihkan orang Arab dan
kontribusi mereka terhadap dunia ilmu. Karena ternyata catatan sejarah
mengatakan orang non-Arab pun juga berjasa dalam kemajuan Islam.
Nah, saling
menghormati itu enak kan?
Maka kadang kalanya filosofi Orang Jawa ada benarnya, dan memiliki makna
mendalam dalam perjalanan hidup manusia yaitu tidak usah merasa lebih hebat; begitu
juga orang Cina, atau Jerman. Semua bangsa telah berkontribusi, sekecil apapun,
terhadap peradaban dunia saat ini. Respek kepada semuanya; hindari kebencian
pada suku atau bangsa tertentu.
Di balik penjelasan tulisan kali ini Mari kita gelorakan kembali pesan universal kemanusiaan yang disampaikan Nabi Muhammad pada khutbah wada’nya. Semangat persaudaraan atas dasar kemanusiaan ini yang akan menjadi dasar perdamaian dunia. Semoga kita semua dapat mengikuti panutan kita Rasulullah dan beliau mengakui keberadaan kita di dunia sampai akhirat kelak!!

Tidak ada komentar: