Memasuki usia yang ke-80
tahun kemerdekaan Republik Indonesia, semangat untuk terus mengisi kemerdekaan
digaungkan diberbagai kalangan.
APA KEMERDEKAN ITU?
“Kemerdekaan itu
adalah nikmat dari Allah SWT yang harus kita isi dengan amal shaleh, kerja
nyata, dan kontribusi positif untuk umat dan bangsa,”
Lalu “Apa peran Muhammadiyah dalam mengisi
kemerdekaan Indonesia saat ini?”
Menanggapi
pertanyaan tersebut, penulis menjelaskan bahwa Muhammadiyah memiliki peran
besar dalam mengisi kemerdekaan, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Misalnya,
“Muhammadiyah mendirikan sekolah, universitas, hingga rumah sakit untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Inilah bentuk jihad intelektual dan
sosial yang terus dilakukan hingga kini.” artinya, banyak tokoh
Muhammadiyah yang turut memperjuangkan kemerdekaan dan telah diakui sebagai
pahlawan nasional. Sebut saja K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang
mengajarkan pentingnya pendidikan dan kebersamaan dalam membangun bangsa.
Diantara Jejak
para tokoh Muhammadiyah dalam sejarah bangsa ini tidak bisa dipisahkan. Mereka
bukan hanya ulama, tapi juga pejuang yang berkontribusi besar bagi lahirnya
Indonesia merdeka,”
Dalam momentum ini menjadi refleksi bersama bahwa kemerdekaan
harus dimaknai dengan kerja nyata dan kontribusi berkelanjutan, sesuai dengan
semangat Islam yang mendorong kemajuan, keadilan, dan kemaslahatan umat.
Menurut Bayu Dwi Cahyono, M.Pd. mengaitkan momentum kemerdekaan dengan Pendidikan memiliki peran sentral
dalam Islam, bukan hanya sebagai alat untuk memperoleh ilmu, tetapi juga
sebagai sarana pembebasan dan kemerdekaan. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya
berkaitan dengan aspek intelektual semata, tetapi juga mencakup dimensi
spiritual dan moral yang membentuk kepribadian individu dan masyarakat yang
bebas dan merdeka.
Dalam pandangan
Islam, pendidikan adalah jalan menuju kemerdekaan sejati. Kemerdekaan dalam
Islam bukan sekadar kebebasan fisik dari penjajahan atau penindasan, tetapi
juga mencakup pembebasan jiwa dari kebodohan, kebiasaan buruk, dan
ketergantungan pada makhluk selain Allah SWT. Islam memandang bahwa manusia
adalah makhluk yang diberi potensi untuk berpikir, memahami, dan memilih. Oleh
karena itu, pendidikan berperan dalam mengasah potensi ini agar manusia dapat
mengenali kebenaran, menyembah Allah SWT dengan benar dan hidup sesuai dengan
fitrah manusia.
Al-Qur’an dan
Hadis banyak memberikan penekanan pada pentingnya ilmu dan pendidikan. Salah
satu ayat yang sering dikutip adalah perintah Allah SWT dalam surah Al-‘Alaq
(96:1-5) yang menyuruh manusia untuk membaca (Iqra'). Ayat ini menunjukkan
bahwa pendidikan adalah langkah awal menuju kemerdekaan. Melalui ilmu, manusia
dapat mengenal Allah SWT, memahami makna hidup, dan membebaskan dirinya dari
ketergantungan pada hal-hal yang menyesatkan.
Bahkan Rasulullah
SAW
juga menekankan pentingnya menuntut ilmu. Beliau bersabda, "Menuntut
ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah).
Ilmu yang dimaksud tidak terbatas pada ilmu agama saja, tetapi juga mencakup
ilmu-ilmu lain yang bermanfaat untuk kehidupan duniawi. Dengan ilmu, seorang
Muslim dapat menjadi pribadi yang mandiri, kritis, dan tidak mudah diperdaya
oleh tipu daya dunia.
Kemerdekaan dalam
Islam tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual dan moral. Pendidikan
Islam bertujuan untuk membentuk individu yang merdeka dari belenggu hawa nafsu,
syahwat dan kebiasaan buruk. Pendidikan yang baik akan mengarahkan individu untuk
selalu terhubung dengan Allah SWT, menjadikan-Nya satu-satunya sumber kekuatan
dan tidak bergantung pada apapun selain-Nya. Kemerdekaan spiritual inilah yang
akan membimbing manusia menuju kemerdekaan sejati.
Pendidikan moral
dalam Islam juga sangat ditekankan. Pendidikan ini membentuk individu yang
berakhlak mulia, jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Akhlak yang baik adalah
manifestasi dari kemerdekaan moral, di mana seseorang tidak tunduk pada hawa
nafsu dan selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran dan
keadilan.
Sejarah Islam
mencatat bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam membebaskan umat dari
penjajahan. Para ulama dan cendekiawan Muslim di berbagai belahan dunia
berjuang melawan penjajahan melalui pendidikan. Mereka mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan, menulis buku, dan menyebarkan ilmu untuk
membangkitkan kesadaran umat akan pentingnya kemerdekaan. Mereka juga
mengajarkan bahwa Islam menolak segala bentuk penjajahan, baik yang bersifat
fisik maupun mental.
Contoh nyata
adalah perjuangan ulama-ulama Indonesia seperti KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim
Asy'ari yang mendirikan organisasi pendidikan untuk membebaskan bangsa dari
penjajahan kolonial. Pendidikan yang mereka berikan tidak hanya berisi ilmu
agama, tetapi juga semangat kebangsaan dan cinta tanah air yang menjadi modal
penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan dalam
Islam adalah kunci untuk mencapai kemerdekaan sejati, baik secara fisik,
spiritual, maupun moral. Melalui pendidikan, Islam mengajarkan umatnya untuk
bebas dari segala bentuk penindasan dan ketergantungan selain kepada Allah SWT.
Pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam akan melahirkan individu dan
masyarakat yang merdeka, berakhlak mulia dan mampu membangun peradaban yang
adil dan sejahtera. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk menuntut
ilmu dan menjadikannya sebagai alat untuk meraih kemerdekaan yang hakiki. Demikian juga dengan mendikdasmen Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed. Bangsa
Indonesia akan merayakan kemerdekaan yang ke-80 pada Ahad (17/8)
mendatang. Dalam memperingati momen ini, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed. mengajak kepada segenap warga
bangsa untuk bersyukur atas persembahan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT
tersebut.
“Kita semua
bersyukur atas kemerdekaan bangsa Indonesia. Dan Alhamdulillah sejak kita
merdeka tahun 1945 dan di usia kemerdekaan ke-80 ini, kita tetap
menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, mudah-mudahan juga segera
menjadi negara yang adil dan makmur,”
Hal tersebut
berkelindan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alenia 2. Yaitu "Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur."
“Jadi eksplisit
sekali di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu bagaimana kaitan antara
kemerdekaan dengan keadilan dan kemakmuran. Kita bersyukur Indonesia masih
menjadi negara kesatuan yang Alhamdulillah secara teritorial masih utuh,”
Beliau Abdul Mu’ti
mengatakan, tidak sedikit banyak negara tercerai-berai menjadi beberapa negara
tidak lama setelah merdeka. Contohnya seperti Negara India menjadi empat
negara, yaitu Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka. Tidak hanya itu, Negara
Yugoslavia tatkala terjadi balkanisme terpecah menjadi beberapa negara.
“Banyak negara
yang ketika mereka berjibaku bersama-sama berjuang untuk kemerdekaan. Tapi
setelah merdeka kemudian terrpecah menjadi negara dengan berbagai macam
problematika. Karena itu, kita bersyukur bahwa Indonesia negara kesatuan yang
tetap bersatu dan utuh,” katanya.
Dalam kesempatan
itu, Mu’ti mengungkapkan banyak tokoh Muhammadiyah yang menjadi tokoh nasional,
bahkan di antaranya merupakan bapak pendiri bangsa (Founding Fathers). Antara
lain Soekarno, Abdul Kahar Muzakir, KH Mas Mansoer, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman
Singodimedjo, Juanda Kartawijaya, dan lain-lain. Tokoh tersebut sejak awal
telah berkiprah begitu rupa mewujudkan kemerdekaan, termasuk menyusun Pancasila
dan UUD 1945.
“Ada tanggung
jawab kebangsaan yang sangat tinggi dari Muhammadiyah untuk Indonesia.
Muhammadiyah tentu sebagai organisasi dan gerakan dakwah memiliki komitmen dan
tanggung jawab untuk bagaimana cita-cita kemerdekaan dapat terwujud,” tuturnya.
Upaya untuk
mewujudkan cita-cita kemerdekaan itu, sambung Mu’ti, tidak hanya sekadar
terkait posisi politik, tetapi kalau mengkaji dari beberapa ayat Al-Qur’an,
memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kemakmuran sebagai manifestasi
khalifah di muka bumi.
“Kalau kita baca di dalam beberapa ayat Al-Qur’an memiliki tugas
dan tanggung jawab untuk memanfaatkan kekayaan alam yang kita miliki. Dan
bagaimana kita membangun kehidupan yang makmur di muka bumi. Tugas khalifah
inilah yang melekat di dalam setiap diri kita sebagai umat Islam dan warga
Persyarikatan Muhammadiyah,”sebagaimana firman Allah SWT; Manusia
Sebagai Khalifah di Muka Bumi.
Allah SWT menerangkan kepada malaikat
akan menciptakan manusia untuk mengelola bumi. Sehingga terjadi dialog antara
Allah SWT dan malaikat berkaitan dengan penciptaan
manusia. QS. al-Baqarah: 30, dalam tema awal penciptaan manusia.
Dan ketika
Tuhanmu berkata kepada para malaikat, “Aku akan menciptkan di bumi ini
seorang Khalifah” faktanya QS. Shad: 26, dalam kisah pengangkatan Nabi
Dawud sebagai Khalifah.
“Wahai Dawud, Aku telah jadikan dirimu sebagai
Khalifah di bumi ini, maka tegakkan hukum di tengah-tengah manusia dengan
kebenaran, jangan ikuti hawa nafsu sehingga menyesatkanmu dalam menempuh jalan
Tuhanmu”
Dalam dialog tersebut, malaikat seolah
meragukan kemampuan manusia karena sifatnya yang selalu merusak dan menumpahkan
darah. Namun, manusia memiliki keunggulan dari makhluk lain.
Disebut sebagai khalifah di muka bumi,
artinya manusia sebagai wakil atau pemimpin di bumi. Tentunya tugas ini sangat
berat sehingga setiap manusia harus memiliki kemampuan mengelola alam semesta
sesuai amanat yang diemban
sebagai pengikut
Rasulullah SAW kita tidak boleh tinggal diam begitu saja sambil menikmati
kemerdekaan tanpa melakukan apa-apa, justeru sebaliknya, kita sebagai bangsa
Indonesia yang sudah merdeka, harus lebih produktif dan kreatif menghadap
berbagai tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Demikian juga dengan
anak-anak negeri ini, sejak dini ditanamkan soft skill dan ilmu pengetahuan
serta teknologi, supaya mereka siap menghadapi persoalan-persoalan hidup di
zamannya.

Tidak ada komentar: