MAKNA PENTING TAHUN BARU ISLAM

 MAKNA PENTING TAHUN BARU ISLAM
Oleh. Ust. Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I
(Ketua MTT PPM)

 


Tahun baru 1 Muharram 1447H/2025M (Hijriah)

Tahun Baru Islam, yang juga dikenal sebagai 1 Muharram, jatuh pada hari Jumat, 27 Juni 2025, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025. Ini adalah hari libur nasional di Indonesia. 

Tahun Baru Hijriah atau Tahun Baru Islam merupakan suatu hari yang penting bagi umat Islam karena menandai peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam yaitu memperingati penghijrahan Nabi Muhammad SAW. dari Kota Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.

Tahun baru Islam merupakan momen untuk HIJRAH. Semangat hijrah merupakan perpindahan dari keadaan yang tidak baik pada keadaan yang lebih baik. karena itu eksistensi Tahun baru Hijriah selalu mengingatkan umat Islam pada momen bersejarah hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Dalam kehidupan nyata, hijrah bisa bermakna perpindahan dari kemungkaran kepada ketaqwaan, dari keterbelakangan kepada kemajuan, dari yang mudharat kepada yang manfaat, dari peradaban jahiliyah ke peradaban yang bermartabat, bisa juga dari gaya hidup tidak sehat menjadi gaya hidup sehat, pola hidup foya-foya pada pola hidup sederhana. Sebagaimana hidup sederhana nya Rasulullah SAW.

Kesederhanaan pola hidup Rasulullah SAW tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari makanan, pakaian, tempat tinggal, hingga interaksi sosial pada masa itu.

Beliau mencontohkan hidup sederhana dengan tidak berlebihan dalam segala hal, fokus pada kebutuhan pokok, dan menjauhi kemewahan, kemegahan dan berlagak angkuh dan sombong sangat dihindari. Kesederhanaan ini bukan hanya gaya hidup, tetapi juga bagian dari ajaran agama yang menekankan pentingnya zuhud dan qana'ah.

Misalnya beberapa contoh kesederhanaan Rasulullah SAW:

1. Makanan:

Rasulullah SAW makan secukupnya dan tidak berlebihan, bahkan seringkali hanya mengonsumsi kurma, roti kasar, dan air.

Beliau tidak makan sampai kenyang, kecuali saat menjamu tamu.

Keluarga beliau juga tidak selalu makan kenyang dengan roti gandum dan kuah dalam tiga hari berturut-turut.

2. Pakaian:

Rasulullah SAW dalam berpakaian sangat sederhana dan tidak berlebihan, bahkan beliau pernah menolak saran untuk mengenakan pakaian mewah saat menerima tamu resmi. Bahkan beliau pernah memperbaiki sendiri pakaiannya yang robek. Kalau kita bandingkan dengan pola dan gaya berpakaian umatnya di zaman sekarang, sungguh sangat kontradiktif

3. Tempat Tinggal:

Tempat tinggal atau Rumah Nabi sangat sederhana, terbuat dari batu dan lumpur dengan atap dari pelepah kurma.

Tidak ada perabot mewah atau dekorasi berlebihan di rumah beliau, jangan sofa seperti yang saat ini kita gunakan, kursi biasapun beliau tidak punya. Berbeda dengan kita saat ini, renungkan!

4. Harta Benda:

Karakter Rasulullah SAW dalam hal kekayaan tidak pernah menumpuk harta benda, dan seringkali membagikan hadiah yang diterimanya.

Beliau mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam mengumpulkan harta. Islam memang tidak melarang pemeluknya untuk kaya, bahkan sangat dianjurkan untuk kaya supaya tidak meminta-minta dan merepotkan orang lain, karena dengan kekayaan yang dimiliki dapat dijadikan sarana untuk beribadah. QS 51:55.

5. Pekerjaan:

Demikian pula dengan hal pekerjaan. Rasulullah SAW mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangganya, seperti menambal baju dan memerah kambing.

Beliau tetap bergegas ke masjid untuk shalat berjama'ah, meskipun sedang sibuk. Bagaimana dengan kesibukan kita umat Islam saat ini dan ke depan, ibadah justeru menjadi hal yang sering terabaikan bahkan bisa jadi tidak beribadah, subhanallah! Apa yang menghalangi kita tidak segera melaksanakan shalat ketika adzan dikumandangkan?

Mari kita perbaiki pola hidup, selagi diberi hidup di dunia ini, jangan sampai terlambat, minimal dapat

Meneladani kesederhanaan Rasulullah SAW dapat membantu kita untuk lebih bersyukur dengan apa yang kita miliki, menjauhi sifat tamak, dan fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup.

Pola hidup sederhana juga dapat membawa dampak positif bagi kesehatan mental dan spiritual kita.

Kesederhanaan bukan berarti kekurangan, tetapi lebih kepada kemampuan untuk merasa cukup dan bahagia dengan apa yang ada.

Dengan mencontoh kesederhanaan Rasulullah, umat Islam diajak untuk menjalani hidup yang seimbang, menjauhi kemewahan yang berlebihan, dan lebih fokus pada ibadah serta amal shaleh.

Dalam momentum ini, minimal  ada tiga ma2kna penting yang dapat diambil dari momen tahun baru Islam.

Pertama, hijrah mengingatkan umat pada sikap istiqamah atau teguh pendirian sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang tetap berjuang menyebarkan Islam, meski menghadapi berbagai rintangan, hambatan dan ancaman.

Artinya sifat perjuangan dalam kehidupan selalu ada, dan manusialah yang diamanahi untuk terus berjuang,

jangan pernah berhenti menyampaikan kebenaran tentang kondisi sesungguhnya, jangan capek melawan berita hoaks yang mendominasi. Jangan menyebar berita hoaks.

“Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar.” (QS An Nur 11)

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS Ibrahim 27)

Kedua, hijrah cermin kecerdasan pemikiran Nabi SAW dalam perjuangan dakwahnya, menyebarkan agama Islam.

Dalam situasi saat ini, dalam menyampaikan kebenaran dibutuhkan strategi yang tepat. Apabila menjawab hoaks, tidak perlu terbawa emosi, tapi menyangkalnya dengan data yang akurat, dari sumber yang jelas.

Karena itu menyampaikan informasi dan berita media yang berkembang begitu pesat, harus lebih selektif dan waspada serta beretika, misalnya;

Untuk mengajak masyarakat memperoleh informasi yang benar, tidak harus dengan memaksa, sampaikan dengan cara yang ihsan, tidak perlu menyalahkan sana-sini. Kemas informasinya dengan jujur dan menarik. Terus menyampaikan pentingnya memperbaiki diri dengan bahasa yang mudah dipahami, mudah dimengerti, sehingga bisa dijalankan dengan baik.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An Nahl 125)

Ketiga, hijrah bermakna berpindah dari keadaan yang tidak atau kurang baik, menuju keadaan yang lebih baik.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari tidak ada manusia yang terbebas dari ujian dan musibah, tugas kita untuk mengedukasi masyarakat bagaimana bisa menerima kondisi yang sedang dihadapi dengan penuh keikhlasan dan berusaha, ikhtiar untuk menjadi lebih baik

Sudah bukan jamannya lagi berdebat tentang mengapa ada ujian dan musibah,  bukan pula jamannya berdebat tentang darimana asal musibah ini muncul. Yang jelas ujian dan cobaan adalah pasti ada dalam kehidupan ini, dan Allah SWT yang telah menetapkan sebagai sunnahnya kehidupan (sunnatullah) Sunnatullah, berupa ujian dan musibah ini akan masuk ke tempat dimana dia bisa masuk. Dia akan berkembang sesuai masanya. Dan dia mati, jika dibunuh secara benar. Tentu semuanya tidak lepas dari campur tangan (taqdir) Allah SWT

"Tidak lepas dari pengawasan Allah SWT, apapun dan sebesar dzarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS Yunus 61)

Taqdir baru diketahui setelah kejadian, maka berikhtiar lah yang terbaik, agar takdir kita juga baik. Jadilah bagian dari solusi dari setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini, bukan jadi penyebar masalah tanpa solusi.

Jangan Tunggu Tahun Baru untuk Perbaiki Diri

Momen Perayaan pergantian tahun kerap kali menjadi sebuah tradisi yang banyak dilakukan oleh Sebagian besar orang, tidak terkecuali umat Islam.

Umat Islam sendiri memaknai pergantian tahun sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. dalam surat Al Imran ayat 105, Allah berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah SWT) bagi orang yang berakal.” momen pergantian tahun baru Islam harusnya digunakan oleh umat Islam sebagai ajang refleksi atau berbenah diri.

“Kita bermuhasabah atas diri kita kemudian juga saat ada waktu di mana kita duduk bersama kolega kita sahabat-sahabat dekat kita dan sahabat itu orang-orang yang kemudian mau secara jujur mengungkapkan keburukan-keburukan kita aib-aib kita,”

Bagaimana sikap kita dan juga pada generasi mellinial saat ini?

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir hadir dalam acara Refleksi Akhir Tahun Masjid Husnul Khatimah Kampung Rukeman-Peleman

menyampaikan apresiasi dan rasa terharu karena yang hadir pada kesempatan tersebut banyak dari generasi milenial. Menurutnya itu merupakan rahmat di akhir tahun dan jelang tahun baru miladiyah. Karena, jika ada acara-acara seperti itu biasanya justru dihadiri oleh generasi kolonial.

Kemudian, Haedar menyinggung tentang pergantian tahun. Menurutnya, kita sering merayakan dua pergantian tahun Pertama di bulan Hijriyah ketika 1 Muharram tiba, kedua di akhir tahun Miladiyah seperti akhir desember ini.

“Dua-duanya baik tidak ada yang buruk, bahkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk di negara Timur Tengah, Arab Saudi, dua kalender selalu dipakai yang sehari-hari termasuk untuk transaksi itu menggunakan tahun Miladiyah tetapi untuk penentuan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha itu menggunakan tahun Hijriyah, jadi tidak perlu mempertentangkan dua waktu ini,” ungkap Haedar.

Yang paling penting, kata Haedar, memaknai lepasnya tahun lama dan hadirnya tahun baru. Kenapa harus memaknai? orang ‘merayakan’ tidak apa-apa sejauh itu untuk syiar tetapi yang menjadi keliru itu kalau merayakan hari datangnya tahun baru dan lepasnya tahun lama secara berlebihan dan hanya lahiriyah semata-mata apalagi yang bersifat mubazir baik waktu, uang, kesempatan dan lainnya.

“Supaya kita tidak berlebihan dan punya arti syiar boleh, gembira boleh. Masak sih manusia tidak boleh gembira? boleh, kalau yang tidak boleh gembira itu hanya patung dan polisi tidur. Manusia berhak untuk gembira, bahagia, ada suasana lahir dalam hidup itu. Misal, bertemu teman gitu kan senang,” kata Haedar.

“Tetapi bagi kita kaum muslim ada batas-batas dan ada makna-makna yang harus kita pedomani dan kita maknai dalam melepas tahun lama dan lahirnya tahun baru,”





MAKNA PENTING TAHUN BARU ISLAM  MAKNA PENTING TAHUN BARU ISLAM Reviewed by sangpencerah on Juni 27, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: