IBADAH QURBAN

 IBADAH QURBAN
Oleh. Ust. Drs. Asjmuni A.
Anggota Fatwa Tarjih PP Muhammadiyah

 


Setiap tahun kaum muslimin sslalu mempersiapkan dan menyibukan diri dengan harta kekayaaan yang dimiiki untuk melakukan ketaatan dengan menyembelih hewan qurban, karena qurban merupakan salah satu sarana untuk bertaqarrub kepada Allah SWT. Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam kitabnya ‘Syariatullah al-Khalidah’ menyatakan bahwa hal ini telah menjadi tradisi agama secara turun temurun semenjak disyari’atkannya pada tahun 2 hijriyah.

Adapun dalil yang menjelaskannya, “Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah SAW menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri, seraya mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku.” Abu Dawud dalam Sunan-nya (II/86), At Tirmidzi dalam Jami’-nya (1.141) dan Ahmad (14.308 dan 14.364).

 

Karena telah menjadi tradisi yang turun temurun, memahami esensi dan hukum qurban sangatlah penting. Secara garis besar pembahasan hukum qurban terbagi menjadi dua yaitu :

 

Hukum qurban bagi Rasulullah SAW.

 

Adapun hukumnya adalah wajib. Imam Khatib as-Syirbini mengatakan dalam kitabnya al-Mughni :“Adapun hukum berqurban bagi Nabi SAW adalah wajib” (Mughni/6/162)

 

Hal ini dikarenakan Rasulullah SAW bersabda :

 

“Diwajibkan bagiku untuk berqurban sedangkan bagi kalian tidak wajib” (HR ad-Daruqutni)

Menurut Imam Muhammad ibn Thulun ad-Damasyqi al-Hanafi dalam kitabnya ‘Mursyidul Mukhtar’ mengatakan bahwa qurban merupakan ‘khashais’ atau kekhususan Nabi saaw karena baginya wajib dan bagi umatnya sunnah. (Mursyid/18) Beliau berdalil dengan hadis Ibnu Abbas :“Tiga perkara bagiku hukumnya wajib dan bagi kalian hukumnya sunnah yaitu berkurban, shalat witir ,dan dua rakaat dhuha” (HR Ahmad, Baihaqi, dan Daruqutni 21/2)

 

Maka dari itu wajib bagi Nabi SAW untuk berqurban setiap tahun.

 

Hukum kurban bagi umatnya

Pada pembahasan yang kedua ini ulama bersilang pendapat. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam buku ‘Pengembangan HPT (II) : Tuntunan Idain dan Qurban’ mengelompokkan pendapat ulama menjadi dua pendapat :

Perbedaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut;

Abu Hanifah, al-Auza’iy, dan Malik berpendapat bahwa qurban hukumnya wajib. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Imam Ibnu Abidin al-Hanafi dalam kitabnya, ‘Rad al-Mukhtar’,

 

“Adapun yang berpendapat hukum berqurban itu wajib adalah Abu Hanifah, Muhammad, Zufar, al-Hasan dan salah satu riwayat dari Abu Yusuf.” (Radd/9/454)

 

Adapun dalil yang dijadikan dasar adalah ;

 

“Maka shalatlah kamu karena Tuhanmu dan sembelihlah (qurbanmu).” (Q.S.  Al-Kautsar:1-2)

Imam al-Kasani al-Hanafi mengatakan dalam kitabnya ‘Bada’i’ as-Shana’i’,

 

“Dan mutlak amr atau perintah itu dalil yang menunjukkan hukum wajib diamalkan dan jika wajib bagi Nabi SAW maka wajib pula bagi umatnya karena Nabi SAW merupakan suri tauladan bagi umatnya.” (Bada’i’/4/193)

 

Hadis Ahmad dari Abu Hurairah

 

Dari Abu Hurarah ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda ”Barangsiapa

yang memiliki keleluasan harta dan tidak menyembelih hewan qurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

Muhammad Ibn Ismail al-Kahlany dalam kitab ‘Subul as-Salam Syarh Bulugh al-Maram’ menjelaskan bahwa hadis di atas dijadikan dasar oleh sebagian ulama yang berpendapat bahwa qurban hukumnya wajib bagi orang yang mampu. Secara lengkap beliau mengatakan sebagai berikut;

 “Ulama telah berdalil dengan hadis ini untuk menentukan hukum wajib berqurban bagi yang mampu, karena Rasulullah SAW. melarang untuk mendekati tempat shalatnya menunjukkan bahwa dia (yang tidak berqurban padahal ia mampu) meninggalkan kewajiban, seakan-akan Rasulullah SAW. bersabda, “Tidaklah shalat yang dilakukan berfaedah, karena meninggalkan kewajiban berqurban”, karena firman Allah: “Maka shalatlah karena Tuhan kamu dan berqurbanlah” dan hadis Nabi SAW. “Wajib bagi penghuni rumah berqurban dalam setiap tahun”. (Subul/4/179)

Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiyah pada kitab Tanwirul Abshar,”

“Maka wajiblah berqurban bagi orang yang merdeka, muslim, yang menetap di kediamannya, dan memiliki kelapangan.” (Tanwir/9/454-457)

 

Catatan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah : hadis di atas sesungguhnya adalah hadis yang dhaif, karena keberadaan seorang perawi yang bernama Abdullah ibn Ayyash yang munkarul hadis dan lemah hafalan. Namun, Imam al Baihaqi meriwayatkan hadis di atas dengan sanad lain yang bernilai shahih, yaitu sanad yang tidak terdapat Abdullah ibn Ayyash di dalamnya. Namun sayangnya riwayat al-Baihaqi tersebut mauquf, yaitu hanya sampai kepada Abu Hurairah. Hal ini sesuai dengan kalam

 

Imam Nawawi dalam ‘Majmu’ Syarh Muhadzdzab’ :

“Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan selainnya statusnya dha’if akan tetapi al-Baihaqi berkata dari Tirmidzi bahwa yang benar hadis tersebut mauquf kepada Abu Hurairah” (Majmu’/8/355)

 

Imam as-Syafi’i, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa hukum qurban adalah Sunnah Muakkadah. Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama. Imam Nawawi berkata,

“Telah kami sebutkan bahwasannya madzhab kita (Syafi’i) mengatakan bahwasannya hukum berqurban adalah sunnah muakkadah untuk orang yang memiliku kelapangan dan tidak wajib baginya, ini pendapat kebanyakan ulama, diantaranya Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Bilal, Abu Mas’ud al-Badri, Sa’id bin al-Musayyib, ‘Atha’, Alqamah, al-Aswad, Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq, Abu Tsaur, al-Muzani, Dawud, dan Ibnu Mundzir.” (Majmu’/8/354)

 

Pendapat mereka didasarkan pada dalil hadis Nabi SAW. dari Ummu Salamah ;

“Apabila telah masuk hari kesepuluh (bulan Dzulhijjah), dan salah seorang darimu ingin berqurban, maka ia tidak memotong rambut dan kukunya” (HR Muslim)

Mengenai hadis ini Imam Syafii berkata,

“Hadis ini merupakan dalil bahwasannya menyembelih qurban itu bukanlah wajib hukumnya dan kata “Ùˆ أراد” atau “ingin” menjadikan qurban tergantung kepada keinginannya saja, jikalau qurban hukumnya wajib pastilah Rasulullah SAW berkata, jangan menyentuh rambutnya sampai berqurban.” (Majmu’/8/356)

Terkait pentarjihan hukum terhadap khilaf diatas Majelis Tarjih PP Muhammadiyah cenderung mengabaikan khilaf tanpa tarjih. Hal ini terdapat dalam buku ‘Pengembangan HPT (II) : Tuntunan Idain dan Qurban’,

 

Terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai hukum melakukan qurban, tetapi yang jelas bahwa ibadah qurban itu diperintahkan oleh Allah SWT.”

Akan tetapi setelah ditinjau ulang penulis melihat bahwa pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur ulama yaitu sunnah mu’akkad, hal ini dilandasi beberapa faktor :

 

1. Pendapat tersebut merupakan pendapat jumhur ulama dan Rasulullah SAW bersabda,

“Dari Abdullah bin Umar berkata: Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhuma pernah berkhutbah di Al-Jabiyah seraya berkata: Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami dan bersabda: “Barangsiapa dari kalian menginginkan tinggal di tengah-tengah syurga, maka hendaklah berpegang teguh kepada Al-Jama’ah, kerana syaitan bersama seorang (sendirian) dan dia lari dari dua orang, dengan lebih jauh.”

Hadis ini diriwayatkan oleh: Tirmizi;2254 dalam syarh Tuhfatul Ahwadzi. Ahmad dalam Musnadnya juz I, hal. 18. Hakim dalam Mustadrak juz I, hal. 114. Baihaqi dalam Sunanul Kubra juz VII, hal. 91.

“Adapun jawab untuk dalil mereka yaitu hadis-hadisnya dha’if jika ada yang shahih maka dapat ditafsirkan sebagai kesunnahan saja sebagai jama’ antar dalil” (Majmu’/8/357)

 

2. Dalil Hanafiyah ‘am di takhsis oleh beberapa hadis seperti :

Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih kurban dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian.” (HR Tirmidzi; 15070)

 

3. Imam Nawawi menyatakan jika berqurban hukumnya wajib maka seharusnya tidak akan gugur kewajibannya jika telah lewat waktu pelaksanaannya seperti shalat Jumat, sedangkan Hanafiyah sesuai pendapat kita bahwasannya ketika lewat waktunya maka tidak wajib qadha qurban (Majmu’/8/357)

 

24. Para shahabat berpendapat bahwasannya hal tersebut sunnah,

“Diriwayatkan bahwasannya Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma tidak menyembelih qurban karena mereka takut bahwasannya orang-orang melihatnya suatu kewajiban” (HR Baihaqi dan selainnya dengan isnad hasan)

5. Karena hukum tersebut sesuai dengan prinsip taysir yang menjadi Manhaj Tarjih Muhammadiyah. dengan tidak mewajibkan qurban sehingga orang-orang menjadi tidak terbebani.

sekalipun pendapat rajih menurut hemat penulis adalah pendapat jumhur, akan tetapi kita harus tetap menghargai dan menghormati dn menghargai pendapat lainnya.

 

Akan tetapi patut menjadi perhatian walaupun hukumnya sunnah muakkad akan tetapi makruh meninggalkannya karena ada khilaf didalamnya. Imam Baijuri menukil perkataan Imam Syafi’i :

“Imam Syafi’i berkata, “Aku tidak memberi keringanan bagi orang mampu untuk tidak melaksanakan qurban” Imam Baijuri menjelaskan bahwasannya maksudnya adalah dimakruhkan meninggalkan ibadah qurban bagi orang yang mampu melaksanakannya.” (Hasyiyah/2/556)

Maka dari itu mari kita syi’arkan Islam dan ajarannya dengan ibadah berqurban, sebelum kita menghadap kepada Allah Swt, karena dalam hidup ini kalau bukan kematian yang datang lebih dudulu pada kita, ya kebaikan dan ketaatan yang harus kita lakuan ! Wallahua’lambishawab

IBADAH QURBAN IBADAH QURBAN Reviewed by sangpencerah on Mei 23, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: