Bulan agung yang kita tunggu-tunggu sudah tiba, dan kita
tentunya sudah mempersiapkan diri untuk menyambutnya dengan berbagai keperluan
yang dibutuhkan saat bulan suci ramadhan, tanpa berlebihan dala menyambutnya.
Diantara yang harus kita persiapkan adalah mengikuti
shalat malam (tarawih) di malam hari-hari ramadhan, setelah berpuasa di siang
harinya. Supaya ibadah khusus di bulan ramadhan ini bisa dilaksanakan dengan
sempurna dan penuh ketenangan, alangkah baiknya jika kita memahami asal
perintah dari shalat tarawih (shalat malam).
Mengutip
penjelasan dan rekomendasi dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, untuk kita pegangi dalam melaksanakan ibadah shalat tarawih.
1.
Hadis Nabi SAW riwayat Muslim dari ’Ā’isyah r.a.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَهِىَ
الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ (رواه مسلم)
Dari ‘Ā’isyah, istri
Nabi SAW, (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Pernah Rasulullah SAW melakukan shalat pada waktu antara setelah selesai Isya’ yang dikenal orang dengan ‘Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas
rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau shalat witir satu rakaat” [HR Bukhari no. 994 dan Muslim no. 765, 736].
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi SAW pernah melakukan shalat malam dengan kaifiat dua rakaat lima kali salam dan witir
satu rakaat.
(2-2-2-2-2+1)
2.
Hadis Nabi SAW riwayat Muslim dari ‘Ā’isyah r.a.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ
عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ
فِى آخِرِهَا
Dari
‘Ā’isyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Pernah Rasulullah SAW shalat
malam tiga belas rakaat, beliau berwitir dengan lima rakaat dan beliau sama
sekali tidak duduk (di antara rakaat-rakaat itu) kecuali pada rakaat terakhir”
[HR Muslim no. 737, Abu daud 1338, Darimi 1622, Nasai 1424 ].
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi SAW shalat
delapan rakaat, tetapi tidak ada penjelasan berapa kali salam.
3. Hadis Nabi SAW
riwayat Bukhārī dan Muslim dari ‘Ā’isyah r.a.
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ
عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهاَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى
إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
Dari Abī Salamah Ibn
‘Abd ar-Raḥmān (diriwayatkan) bahwa ia bertanya kepada ‘Ā’isyah mengenai
bagaimana shalat Rasulullah SAW di bulan Ramadhan. ‘Ā’isyah menjawab:
Nabi SAW tidak pernah melakukan salat sunat di bulan Ramadhan dan bulan lainnya
lebih dari sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat dan jangan engkau tanya
bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau salat lagi empat rakaat, dan
jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat” [HR Bukhārī 2013, 1147 dan Muslim 738].
hadits ini menunjukkan bahwa Nabi SAW shalat malam di bulan Ramadhan delapan rakaat dengan dua kali salam, artinya tiap empat
rakaat sekali salam, kemudian dilanjutkan shalat witir tiga rakaat dan salam. (4-4+3)
Hadis ‘Ā’isyah di atas menerangkan kaifiat shalat
malam Nabi SAW, di samping kaifiat yang lainnya. Artinya pengamalannya secara utuh baik rakaat dan kaifiatnya. Dan hadits ini tidak ditakhsis oleh hadits (shalat malam harus dua rakaat dua rakaat), dan tidak
masuk dalam pengertian ḥaṣr seperti
dikatakan oleh Muḥammad bin Naṣar. Imam an-Nawawī dalam Syaraḥ Muslim mengatakan bahwa
shalat malam dengan empat rakaat boleh sekali salam dengan
ungkapan beliau (salam sesudah empat rakaat menerangkan hukum boleh (jawaz).
Sebagaimana diketahui
hadis ‘Ā’isyah itu yang diriwayatkan Bukhārī dan Muslim sangat kuat (rajih)
dibanding dengan hadis-hadis lainnya tentang qiyam Ramadan. Sehubungan hal itu
Ibn Qayyim al-Jauziyyah menulis di dalam kitab Zādul-Ma‘ād,
Dan apabila lbn
‘‘Abbās berbeda pendapat dengan ‘Ā’isyah mengenai sesuatu hal menyangkut shalat
malam Nabi SAW, maka riwayat yang dipegang adalah riwayat ‘Ā’isyah raha. Beliau lebih tahu apa yang tidak diketahui Ibn ‘Abbās, karena
‘Ā’isyah selalu mengikuti dan memperhatikan serta lebih mengerti tentang shalat malam Nabi SAW,
sedangkan Ibn ‘Abbās hanya menyaksikannya ketika bermalam di rumah bibinya
(Maimunnah raha) [Zadul Ma’ad, 1: 244].
Diinformasikan oleh
Imam asy-Syaukānī bahwa kebanyakan ulama mengatakan bahwa shalat
Tarawih dua rakaat satu salam hanya sekedar menunjukkan segi afdhal
(utama) saja, bukan memberi faedah ḥaṣr (wajib), karena
ada riwayat yang shahih dari Nabi SAW bahwa beliau melakukan shalat
malam empat rakaat dengan satu salam. Hadis shalat malam dua-dua hanya
untuk memberi pengertian petunjuk (irsyād) kepada
sesuatu yang meringankan saja, artinya shalat dua rakaat dengan satu salam lebih ringan ketimbang empat
rakaat sekali salam.
Lebih jauh disebutkan
dalam kitab Nailul-Auṭār, memang ada perbedaan
pendapat antara ulama Salaf mengenai mana yang lebih utama (afdhal) antara menceraikan
(memisahkan 4 rakaat menjadi 2 rakaat satu salam, 2 rakaat satu salam) dan
bersambung (empat rakaat dengan satu salam). Sedangkan Imam Muḥammad Ibn Naṣr menyatakan sama saja afdhalnya antara
menceraikan dan menyambung, mengingat ada hadis shahih
bahwa Nabi SAW berwitir lima rakaat, beliau tidak duduk kecuali pada rakaat
yang kelima, serta hadits-hadits lainnya yang menunjukkan kepada bersambung [Nailul-Auṭaar: 2: 38-39].
Mengenai pendapat atau
fatwa Syeikh ‘Abd al-‘Azīz Ibn Bāz dalam Majmū‘ Fatāwā-nya
dan Dr. Ṣāliḥ Fauzān Ibn ‘Abdillāh al-Fauzān yang mengatakan shalat
empat rakaat sekali salam itu salah dan menyalahi sunnah, pendapat itu justru
menentang sunnah dan terkesan ekstrim. Hal itu sama juga dengan pendapat
sementara orang di Indonesia yang menyatakan shalat
empat rakaat dengan satu salam adalah ngawur. Mereka itu sangat terpengaruh
dengan pendapat sebahagian ulama Syafi’i yang fanatik dalam hal tersebut
seperti disebutkan oleh Muḥammad Naṣīruddīn al-Albānī.
Menurut hemat kami,
Syeikh ‘Abd al-‘Azīz Ibn Bāz, dalam bidang aqidah
berpegang kepada ajaran yang dikembangkan oleh Muḥammad Ibn ‘Abd al- Wahhāb, sedang dalam bidang fiqih
sangat dipengaruhi oleh paham Aḥmad Ibn Ḥambal (Hanbali), dan itu umum dianut penduduk Saudi Arabia.
Ahli hadis Indonesia
seperti Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy (dalam bukunya Pedoman Shalat, hal 514, begitu juga dalam Koleksi Hadis-Hadis Hukum,
V: 130), begitu pula A. Hassan pendiri Persatuan Islam, ahli hadis juga, dalam
bukunya Pelajaran Shalat, h. 283-284, keduanya berpendapat bahwa shalat tarawih (qiyam
Ramadhan) empat rakaat sekali salam adalah sah, itu salah satu kaifiat
shalat malam yang dikerjakan oleh Nabi SAW.
Berdasarkan hasil kaji
ulang kami sebagaimana penjelasan di atas, maka menurut hemat kami hadis
tentang shalat tarawih empat rakaat sekali salam tidak bermasalah, baik
dari sisi matan maupun sanadnya. Dalam buku Tuntunan Ramadhan Majelis Tarjih
dan Tajdid PP Muhammadiyah yang diterbitkan oleh Penerbit Suara Muhammadiyah,
telah disebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih empat
rakaat satu salam dan dua rakaat satu salam merupakan tanawwu’ dalam
beribadah, sehingga keduanya dapat diamalkan.
Sebagai pertimbangan bagi pengelola Masjid atau Mushalla, disamping
memperhatikan kualitas peribadatan yang benar juga mempertimbangkan kondisi
para jama’ah yang memakmurkan tempat ibadah kaum Muslimin.
Rekomendasi Tarjih tentang shalat Tarawih 4-4+3 dan 2-2-2-2-2+1
Salah satunya dari Anas bin Malik ra seperti dikutip dari Sunan Ibnu Majah
Jilid 1 oleh Imam al-Hafizh Abi Abdillah (Imam Ibnu Majah). "Rasulullah
SAW (ketika jadi imam shalat) selalu memperingan namun tetap menyempurnakan
shalat."
Dari Abu Mas'ud ra di mana Rasulullah SAW menjelaskan alasan mengapa
imam dianjurkan meringankan bacaan shalat. Sebab, imam harus mengerti dan
memahami kondisi dan keadaan setiap makmum yang beraneka ragam. Abu
Mas'ud ra bercerita, saat itu ada seorang lelaki menghadap Rasulullah SAW. dan
berkata, "Ya Rasulullah! Aku sengaja terlambat shalat Shubuh karena si
fulan (imam shalat) sering lama shalatnya. Kemudian Rasulullah SAW pun
bersabda:
"Wahai orang-orang sekalian! Di antara kalian ada yang membuat orang
lain lari menjauh. Dan siapa saja di antara kalian yang menjadi imam shalat
maka ringankanlah karena di antara makmum itu ada orang lemah, orang
tua, dan orang yang punya kebutuhan tertentu." (HR Bukhari
704, Abu Dawud 794)
Dari Abu Hurairah ra, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa
mengimami orang banyak maka ringankanlah shalatnya (pendekkanlah
bacaannya), karena di antara mereka terdapat anak kecil, orang tua, orang
lemah, dan orang-orang yang mempunyai keperluan. Dan jika salat sendirian, maka
salatlah semaunya (panjang bacaan)," (HR Muslim).
Pesan terakhir Rasulullah SAW pada Utsman bin Abul Ash. "Hai
Utsman, ringankanlah dalam shalat. Kira-kirakan dengan ukuran
orang yang lemah karena di antara makmum itu ada yang sudah lanjut usia, anak
kecil, orang sakit, ada yang rumahnya jauh, dan ada yang punya kebutuhan
lain." (Hasan Shahih at Ta'liiq ala Ibni Khuzaimah)
Dengan demikian maka untuk mengambil jalan tengahnya (thariqul jam’i)
dari hadits yang ada, shalat tarawih berjama’ah dapat dilakukan dengan 4-4+3
jika dirasa tidak memberatkan jama’ah (karena hadits ini menyebutkan shalat
malam bukan berjama’ah (bisa difahami shalat malam sendirian) begitu juga
dengan shalat tarawih 2-2-2-2-2+1, tidak menyebutkan berjama’ah.
Dan jika yang lebih meringankan bagi para jama’ah, silahkan para takmir
untuk mengedepankan pelayanan, kenyamanan dan kekhusyukan para jama’ah di masjid
kita.
Walaahu a’lam bis- Shawab

Tidak ada komentar: