PERBELANJAAN DALAM RUMAH TANGGA

 PERBELANJAAN DALAM RUMAH TANGGA
Oleh. Najmah Sa’idah
Dosen UIN Pontianak

 

Mengutip penjelasan  Sayyid Sabiq, kitab Fiqih Sunnah karyanya,  istri sebenarnya boleh-boleh saja bershadaqah dengan harta suaminya,asalkan suaminya sudah rela. Namun, jika suaminya tidak mengizinkan atau tidak  ridha, maka shadaqah  yang dikeluarkan sang istri akan jatuh pada keharaman.

‘Aisyah ra. menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang wanita bershadaqah dengan makanan yang ada di rumahnya tanpa membahayakan, maka dia mendapat pahala atau shadaqahnya, suaminya pun mendapatkan pahala atas usahanya, dan orang yang
menyimpannya juga sama, tanpa saling mengurangi pahala masing-masing.”

(HR. Bukhari).

 

Jadi Islam sebagai agama (dien) yang sempurna telah memberikan aturan sangat lengkap dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai hal terkecil sampai urusan besar, termasuk pengaturan keuangan dalam keluarga. Selain memerintahkan keluarga muslim untuk mengatur keuangan agar tidak terjebak pada pembelanjaan yang diharamkan, Islam pun mengatur cara seorang istri menjaga dan mengelola harta suaminya.

 

Pada dasarnya, Allah SWT tidak melarang kita menikmati rezeki yang telah dianugerahkan-Nya. Sebagaimana firmanNya;

 “Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hamba–Nya, juga rezeki-Nya yang baik-baik?’”(QS Al-A’raf;7:32).

 

Abdullah bin Amr ra., bahwa Nabi SAW. bersabda, ”Sesungguhnya Allah suka melihat tanda-tanda kenikmatan ada pada hamba–Nya.“ (HR. Tirmidzi)

Allah SWT suka jika hamba-Nya menikmati nikmat dan rezeki-Nya yang baik-baik dan telah Allah SWT anugerahkan kepadanya. Sebagai bukti bahwa kita menikmati nikmat dan rezeki-Nya, maka kita berusaha untuk menafkahkan rezeki yang Allah SWT berikan di jalan yang halal dengan sebaik-baiknya. Ini tidak akan membebani suami jika istri cakap mengatur uang belanja.

 

Menjaga Harta Suami Adalah Kewajiban

Dalam berumah tangga, pasutri hendaknya memiliki konsep bahwa pembelanjaan hartanya akan berpahala jika dilakukan untuk hal-hal yang baik dan sesuai perintah agama. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah dengan ikhlas karena Allah, kecuali kamu mendapat pahala darinya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih). Bahkan mengingatkan keberadaan istri sebagai pengemban amanah di rumah suaminya, “Kalian semua adalah penanggung jawab dan akan ditanya tentang apa yang ia pertanggungjawabkan. Wanita menjadi penanggung jawab di rumah suaminya dan ia akan ditanya tentang apa yang ia pertanggungjawabkan.” (HR Bukhari).

Ketika istri menjadi ratu di rumah suaminya, ia bertanggung jawab menjaga harta suami yang ada di rumahnya. Terutama ketika suami sedang pergi, meskipun harta itu di luar kepemilikan istri. Allah SWT. berfirman sebagai ciri wanita shalihah, “Wanita salihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada untuk sesuatu yang dipelihara oleh Allah.(QS An-Nisa;4:34).

Ibnu Katsir menyebutkan keterangan ahli tafsir, Imam as-Sudi, ia menjaga dirinya, kehormatannya, dan harta suaminya, ketika suaminya tidak ada di rumah. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/293).

 

Salah satu kewajiban istri, baik ketika suami ada di rumah maupun di luar adalah menjaga harta suami. Seorang istri dilarang menghabiskan harta suami tanpa izin sang suami. Demikian halnya saat tinggal berjauhan atau suami sedang bepergian, maka istri juga wajib menjaga amanah suami berupa harta yang dititipkan kepadanya. Seorang istri hendaknya membelanjakan harta suami dengan cara yang maruf dan tidak berlebihan atau di luar kebutuhan, apalagi menghambur-hamburkannya.

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW. bersabda, “Sebaik-baik wanita ialah jika kau pandang, ia menyenangkanmu. Jika kau perintah, ia mentaatimu. Jika kau tinggalkan, ia menjagamu dalam hal harta dan menjaga dirinya.” (HR Ahmad dan An-Nasa’i).

 

Dalam Mu’jam ath-Thabrani al-Kabiir dan Shahih al-Jaami’, dari Abdullah bin Salaam ra. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Wanita yang terbaik adalah wanita yang menyenangkan kamu tatkala kamu melihatnya, mematuhimu ketika kamu memerintahnya, menjaga dirinya sendiri (kesuciannya), dan harta kamu dalam ketiadaan kamu.” 

 

Membelanjakan Harta Suami Harus dengan Izinnya

Kewenangan seorang istri dalam membelanjakan harta suaminya, banyak dijelaskan dalam beberapa hadis yang melarang istri menafkahkannya tanpa seizin suami. Di sinilah kita dituntut untuk mengkompromikan nas-nas tersebut sesuai tuntunan syara’. Misalnya;

 “Jika wanita menginfakkan dari penghasilan suaminya dengan tanpa perintahnya, maka suaminya mendapatkan separuh pahala.” (HR Bukhari). 

 “Jika wanita menafkahkan dari makanan rumahnya tanpa menimbulkan mafsadah (masalah), ia mendapatkan pahala dengan apa yang dinafkahkannya dan bagi suaminya mendapatkan pahala dengan apa yang diusahakannya. Penanggung jawab gudang mendapatkan hal yang sama, masing-masing dari mereka tidak mengurangi pahala sebagian lainnya sedikit pun.” (HR Bukhari Muslim).

Abu Umamah al-Bahili ra. mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda dalam khatbahnya pada Haji Wada’, ‘Janganlah seorang wanita menafkahkan sesuatu dari rumah suaminya, kecuali dengan izin suaminya.’ Ditanyakan (kepadanya), ‘Wahai Rasulullah, tidak pula makanan?’ Beliau menjawab, ‘Itu adalah sebaik-baik harta kita.’.“

 

aDari ‘Abdullah bin Yahya al-Anshari–salah seorang putra Ka’ab bin Malik dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya neneknya, Khairah, isteri Ka’ab bin Malik, datang kepada Rasulullah SAW. dengan membawa perhiasannya seraya mengatakan, “Aku bersedekah dengan ini.” Rasulullah SAW. bersabda kepadanya, “Seorang wanita tidak boleh memberikan sesuatu, kecuali dengan seizin suaminya. Apakah engkau sudah meminta izin kepada Ka’ab?” Ia menjawab, “Sudah.” Lalu Rasulullah mengutus seseorang kepada Ka’ab untuk menanyakannya, “Apakah engkau telah mengizinkan Khairah bersedekah dengan perhiasannya?” Ia menjawab, “Ya.” Maka Rasulullah SAW. menerima perhiasan tersebut darinya.”

Dari Asma’ binti Abu Bakar bahwa ia mendatangi Nabi SAW. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya apa-apa untuk disedekahkan selain yang diberikan Zubair kepadaku (untuk belanja rumah tangga). Berdosakah aku apabila uang belanja itu aku sedekahkan ala kadarnya?” Maka Rasulullah SAW. menjawab, “Sedekahkanlah ala kadarnya sesuai kemampuanmu.” (HR Muslim).

 

Sementara itu, beberapa hadis Rasulullah SAW. lainnya menjelaskan bahwa istri tidak boleh menggunakannya, kecuali dengan izin suami. Di antaranya, “Tidak boleh bagi seorang wanita memberikan sesuatu, kecuali seizin suaminya.” (HR Ahmad). Juga dalam hadis lainnya, “Janganlah seorang wanita menafkahkan sesuatu dari rumah suaminya, kecuali dengan izinnya.(HR Tirmidzi).

Imam Nawawi menjelaskan bahwa perbedaan makna hadis Rasulullah SAW. tersebut karena perbedaan konteks. Setiap istri boleh mengambil dan memanfaatkan harta suami untuk keperluan yang pada umumnya diizinkan suami, seperti kebutuhan dan biaya ringan. Jika melebihi kadar yang lazim tersebut, maka tidak diperbolehkan. Sedangkan saat peruntukan dan kebutuhan biaya besar, maka harus mendapatkan izin suami, baik lisan maupun tertulis.

Kesimpulan ini adalah makna sabda Rasulullah SAW., “Jika istri menggunakan makanan milik suami dan tidak merusaknya.” Kemudian an-Nawawi menjelaskan, dalam hadis memberikan contoh dengan makanan karena pada umumnya diizinkan suami, berbeda dengan dirham dan dinar menurut kebanyakan personal/keluarga dan kondisi. (Syarh Sahih Muslim).

 

Syekh ‘Athiyah menjelaskan, yaitu saat ada kesepakatan antara suami dan istri terkait penggunaan harta, maka kesepakatan keduanya yang menjadi rujukan. Saat tidak ada kesepakatan, harus ada konfirmasi dan izin suami, kecuali untuk keperluan ringan dan lazim. Saat suami kikir dan tidak menyediakan biaya cukup untuk kebutuhan asasi istri dan anak-anaknya, istri boleh menggunakannya sebagaimana hadis Hindun. Terkait penggunaan harta miliknya, maka ia boleh menggunakannya tanpa izin suami untuk peruntukan yang halal, sebagaimana Zainab yang membuat sesuatu dengan tangannya sendiri dan bersedekah dari hasil kerjanya itu.” (Az-Zarqani ‘ala Mawahib).

 

Menjaga Harta Suami dengan Baik, Akan Membawa kepada Surga

Sesungguhnya, banyak ibadah dan amalan yang menghantarkan seseorang menuju surga Allah SWT. Amalan ibadah yang paling ringan dan sekaligus paling sulit bagi wanita adalah taat dan berbakti pada imamnya, yaitu kepada suami. Bahkan sering untuk hal-hal dan pekerjaan yang sepele, ganjarannya luar biasa bagi seorang istri yang bisa menunjukkan bakti kepada suami. Hal yang paling mudah adalah menghormati suami, menghargai nafkah yang diberikannya, sekaligus menjaga harta yang didapatkan suami, baik berupa harta barang maupun uang.

Menjaga harta yang diberikan seorang suami dan menggunakannya dengan baik dan benar, sudah merupakan suatu ketaatan seorang istri kepada suaminya. Imbalannya tiket menuju surga Allah SWT. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata,

 “Pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW., ‘Siapakah perempuan yang paling baik?‘ Jawab beliau, ‘Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.’” (HR An-Nasai dan Ahmad).

 

Menjaga harta suami bukan dilihat dari banyak atau sedikitnya harta yang diberikan. Walaupun nilai harta itu sedikit, apabila digunakan untuk keperluan prioritas sama halnya memelihara nafkah suami dengan baik. Apa pun itu, pemberian suami harus dijaga. Apabila kurang, upayakan untuk dicukupkan. Sebaliknya apabila lebih, dijaga dengan menabung untuk keperluan berikutnya.

Jika hal ini dilakukan, maka seorang suami akan merasa tenteram ketika harus meninggalkan istrinya. Tenteram dan aman pada istri yang tidak mungkin berlaku nista di belakangnya. Tentram dan aman pada harta yang benar-benar dijaga dan tidak dikeluarkan, kecuali seizinnya. Tentram dan aman karena jerih payahnya selama ini dijaga oleh istri yang paham syariat Islam. Dengan demikian, seorang suami akan rida terhadap perilaku istrinya. Rida suami akan membawa istri kepada surga. Dari Ummu Salamah ra., ia berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda,

 Perempuan mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.(HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

 

Demikianlah, penjelasan tentang menjaga harta suami akan membawa seorang istri kepada surga. Hanya saja harus dipahami bahwa menjaga harta suami artinya tidak menggunakannya, kecuali dengan izinnya atau dengan kesepakatan keduanya. Meskipun suami sangat pelit, istri tetap tidak diperbolehkan mengambil harta suaminya tanpa izin, kecuali untuk kebutuhan pokok dirinya dan anak-anaknya secukupnya, sebatas kewajaran tanpa memberikan kemudaratan kepada harta suaminya. Wallahualam bisshawaab

 



PERBELANJAAN DALAM RUMAH TANGGA  PERBELANJAAN DALAM RUMAH TANGGA Reviewed by sangpencerah on Januari 23, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: