Mengutip
penjelasan Sayyid Sabiq, kitab Fiqih
Sunnah karyanya, istri sebenarnya
boleh-boleh saja bershadaqah dengan harta suaminya,asalkan suaminya sudah rela.
Namun, jika suaminya tidak mengizinkan atau tidak ridha, maka shadaqah yang dikeluarkan sang istri akan jatuh pada
keharaman.
‘Aisyah ra. menuturkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang wanita bershadaqah
dengan makanan yang ada di rumahnya tanpa membahayakan, maka dia mendapat
pahala atau shadaqahnya, suaminya pun mendapatkan pahala atas usahanya, dan
orang yang
menyimpannya juga sama, tanpa saling mengurangi pahala masing-masing.”
(HR. Bukhari).
Jadi Islam sebagai agama (dien) yang sempurna
telah memberikan aturan sangat lengkap dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
Mulai hal
terkecil
sampai urusan besar, termasuk pengaturan keuangan dalam
keluarga. Selain memerintahkan keluarga muslim untuk mengatur keuangan agar
tidak terjebak pada pembelanjaan yang diharamkan, Islam pun mengatur cara
seorang istri menjaga dan mengelola harta suaminya.
Pada dasarnya, Allah SWT tidak melarang
kita menikmati rezeki yang telah dianugerahkan-Nya. Sebagaimana firmanNya;
“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk
hamba-hamba–Nya, juga rezeki-Nya yang baik-baik?’”(QS Al-A’raf;7:32).
Abdullah bin Amr ra., bahwa Nabi SAW.
bersabda, ”Sesungguhnya Allah suka melihat tanda-tanda kenikmatan ada pada hamba–Nya.“ (HR. Tirmidzi)
Allah SWT suka jika hamba-Nya menikmati
nikmat dan rezeki-Nya yang baik-baik dan telah Allah SWT anugerahkan kepadanya.
Sebagai bukti bahwa kita menikmati nikmat dan rezeki-Nya, maka kita berusaha
untuk menafkahkan rezeki yang Allah SWT berikan di jalan yang halal dengan
sebaik-baiknya. Ini tidak akan membebani suami jika istri cakap mengatur uang
belanja.
Menjaga Harta Suami Adalah Kewajiban
Dalam berumah tangga, pasutri hendaknya
memiliki konsep bahwa pembelanjaan hartanya akan berpahala jika dilakukan untuk
hal-hal yang baik dan sesuai perintah agama. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan suatu
nafkah dengan ikhlas karena Allah, kecuali kamu mendapat pahala darinya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih). Bahkan mengingatkan keberadaan istri sebagai pengemban
amanah di rumah suaminya, “Kalian semua adalah penanggung jawab dan akan
ditanya tentang apa yang ia pertanggungjawabkan. Wanita menjadi penanggung jawab di rumah suaminya dan
ia akan ditanya tentang apa yang ia pertanggungjawabkan.” (HR Bukhari).
Ketika istri menjadi ratu di rumah
suaminya, ia bertanggung jawab menjaga harta suami yang ada di rumahnya.
Terutama ketika suami sedang pergi, meskipun harta itu di luar kepemilikan
istri. Allah SWT. berfirman sebagai ciri
wanita shalihah, “Wanita salihah ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada untuk sesuatu yang
dipelihara oleh Allah.” (QS An-Nisa;4:34).
Ibnu Katsir menyebutkan keterangan ahli
tafsir, Imam as-Sudi, ia menjaga dirinya, kehormatannya, dan harta suaminya,
ketika suaminya tidak ada di rumah. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/293).
Salah satu kewajiban istri, baik ketika
suami ada di rumah maupun di luar adalah
menjaga harta suami. Seorang istri dilarang menghabiskan harta suami tanpa izin
sang suami. Demikian halnya saat tinggal berjauhan atau suami sedang bepergian,
maka istri juga wajib menjaga amanah suami berupa harta yang dititipkan
kepadanya. Seorang istri hendaknya membelanjakan harta suami dengan cara yang
ma’ruf
dan tidak berlebihan atau di luar kebutuhan, apalagi menghambur-hamburkannya.
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW.
bersabda, “Sebaik-baik wanita ialah jika kau pandang, ia menyenangkanmu.
Jika kau perintah, ia mentaatimu. Jika kau tinggalkan, ia menjagamu dalam hal
harta dan menjaga dirinya.” (HR Ahmad dan An-Nasa’i).
Dalam Mu’jam ath-Thabrani al-Kabiir
dan Shahih al-Jaami’, dari Abdullah bin Salaam ra. bahwa
Rasulullah SAW. bersabda, “Wanita yang terbaik adalah wanita yang
menyenangkan kamu tatkala kamu melihatnya, mematuhimu ketika kamu
memerintahnya, menjaga dirinya sendiri (kesuciannya), dan harta kamu dalam
ketiadaan kamu.”
Membelanjakan Harta Suami Harus dengan Izinnya
Kewenangan seorang
istri dalam membelanjakan harta suaminya, banyak dijelaskan dalam beberapa hadis yang melarang istri menafkahkannya
tanpa seizin suami. Di sinilah kita dituntut untuk mengkompromikan nas-nas tersebut
sesuai tuntunan syara’. Misalnya;
“Jika wanita menginfakkan dari
penghasilan suaminya dengan tanpa perintahnya, maka suaminya mendapatkan
separuh pahala.” (HR Bukhari).
“Jika wanita menafkahkan dari
makanan rumahnya tanpa menimbulkan mafsadah (masalah), ia mendapatkan pahala
dengan apa yang dinafkahkannya dan bagi suaminya mendapatkan pahala dengan apa
yang diusahakannya. Penanggung jawab gudang mendapatkan hal yang sama,
masing-masing dari mereka tidak mengurangi pahala sebagian lainnya sedikit
pun.” (HR Bukhari Muslim).
Abu Umamah al-Bahili ra. mengatakan, “Aku
mendengar Rasulullah SAW. bersabda dalam khatbahnya pada Haji Wada’, ‘Janganlah
seorang wanita menafkahkan sesuatu dari rumah suaminya, kecuali dengan izin
suaminya.’ Ditanyakan (kepadanya), ‘Wahai Rasulullah, tidak pula makanan?’
Beliau menjawab, ‘Itu adalah sebaik-baik harta kita.’.“
aDari ‘Abdullah bin Yahya al-Anshari–salah
seorang putra Ka’ab bin Malik dari
ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya neneknya, Khairah, isteri Ka’ab bin Malik,
datang kepada Rasulullah SAW. dengan membawa perhiasannya seraya mengatakan, “Aku
bersedekah dengan ini.” Rasulullah SAW. bersabda kepadanya, “Seorang wanita
tidak boleh memberikan sesuatu, kecuali dengan seizin suaminya. Apakah engkau
sudah meminta izin kepada Ka’ab?” Ia menjawab, “Sudah.” Lalu Rasulullah
mengutus seseorang kepada Ka’ab untuk menanyakannya, “Apakah engkau telah
mengizinkan Khairah bersedekah dengan perhiasannya?” Ia menjawab, “Ya.” Maka
Rasulullah SAW. menerima perhiasan tersebut darinya.”
Dari Asma’ binti Abu Bakar bahwa ia
mendatangi Nabi SAW. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya
apa-apa untuk disedekahkan selain yang diberikan Zubair kepadaku (untuk belanja
rumah tangga). Berdosakah aku apabila uang belanja itu aku sedekahkan ala
kadarnya?” Maka Rasulullah SAW. menjawab, “Sedekahkanlah ala kadarnya sesuai
kemampuanmu.” (HR Muslim).
Sementara itu, beberapa hadis Rasulullah SAW.
lainnya menjelaskan bahwa istri tidak boleh menggunakannya, kecuali dengan izin
suami. Di antaranya, “Tidak boleh bagi seorang wanita memberikan sesuatu,
kecuali seizin suaminya.” (HR Ahmad). Juga dalam hadis lainnya, “Janganlah
seorang wanita menafkahkan sesuatu dari rumah suaminya, kecuali dengan izinnya.”
(HR Tirmidzi).
Imam Nawawi menjelaskan bahwa perbedaan
makna hadis Rasulullah SAW. tersebut karena perbedaan konteks. Setiap istri
boleh mengambil dan memanfaatkan harta suami untuk keperluan yang pada umumnya
diizinkan suami, seperti kebutuhan dan biaya ringan. Jika melebihi kadar yang
lazim tersebut, maka tidak diperbolehkan. Sedangkan saat peruntukan dan
kebutuhan biaya besar, maka harus mendapatkan izin suami, baik lisan maupun
tertulis.
Kesimpulan ini adalah makna sabda
Rasulullah SAW., “Jika istri menggunakan makanan milik suami dan tidak
merusaknya.” Kemudian an-Nawawi menjelaskan, dalam hadis memberikan contoh
dengan makanan karena pada umumnya diizinkan suami, berbeda dengan dirham dan
dinar menurut kebanyakan personal/keluarga dan kondisi. (Syarh
Sahih Muslim).
Syekh ‘Athiyah menjelaskan, yaitu saat
ada kesepakatan antara suami dan istri terkait penggunaan harta, maka
kesepakatan keduanya yang menjadi rujukan. Saat tidak ada kesepakatan, harus
ada konfirmasi dan izin suami, kecuali untuk keperluan ringan dan lazim. Saat
suami kikir dan tidak menyediakan biaya cukup untuk kebutuhan asasi istri dan
anak-anaknya, istri boleh menggunakannya sebagaimana hadis Hindun. Terkait
penggunaan harta miliknya, maka ia boleh menggunakannya tanpa izin suami untuk
peruntukan yang halal, sebagaimana Zainab yang membuat sesuatu dengan tangannya
sendiri dan bersedekah dari hasil kerjanya itu.” (Az-Zarqani ‘ala Mawahib).
Menjaga Harta Suami dengan Baik, Akan
Membawa kepada Surga
Sesungguhnya, banyak ibadah dan amalan
yang menghantarkan seseorang menuju surga Allah SWT. Amalan
ibadah yang paling ringan dan sekaligus paling sulit bagi wanita adalah taat
dan berbakti pada imamnya, yaitu kepada suami. Bahkan sering untuk hal-hal dan
pekerjaan yang sepele, ganjarannya luar biasa bagi seorang istri yang bisa
menunjukkan bakti kepada suami. Hal yang paling mudah adalah menghormati suami,
menghargai nafkah yang diberikannya, sekaligus menjaga harta yang didapatkan
suami, baik berupa harta barang maupun uang.
Menjaga harta yang diberikan seorang
suami dan menggunakannya dengan baik dan benar, sudah merupakan suatu ketaatan
seorang istri kepada suaminya. Imbalannya tiket menuju surga Allah SWT.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata,
“Pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW.,
‘Siapakah perempuan yang paling baik?‘ Jawab beliau, ‘Yaitu yang paling
menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak
menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.’” (HR An-Nasai dan Ahmad).
Menjaga harta suami bukan dilihat dari
banyak atau sedikitnya harta yang diberikan. Walaupun nilai harta itu
sedikit, apabila digunakan untuk keperluan prioritas sama halnya
memelihara nafkah suami dengan baik. Apa pun itu, pemberian suami harus dijaga.
Apabila kurang, upayakan untuk dicukupkan. Sebaliknya apabila lebih, dijaga
dengan menabung untuk keperluan berikutnya.
Jika hal ini dilakukan, maka seorang
suami akan merasa tenteram ketika harus meninggalkan istrinya. Tenteram dan
aman pada istri yang tidak mungkin berlaku nista di belakangnya. Tentram dan
aman pada harta yang benar-benar dijaga dan tidak dikeluarkan, kecuali
seizinnya. Tentram dan aman karena jerih payahnya selama ini dijaga oleh istri
yang paham syariat Islam. Dengan demikian, seorang suami akan rida terhadap
perilaku istrinya. Rida suami akan membawa istri kepada surga. Dari Ummu
Salamah ra., ia berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
“Perempuan
mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan
masuk surga.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Demikianlah, penjelasan tentang menjaga
harta suami akan membawa seorang istri kepada surga. Hanya saja harus dipahami
bahwa menjaga harta suami artinya tidak menggunakannya, kecuali dengan izinnya
atau dengan kesepakatan keduanya. Meskipun suami sangat pelit, istri tetap
tidak diperbolehkan mengambil harta suaminya tanpa izin, kecuali untuk
kebutuhan pokok dirinya dan anak-anaknya secukupnya, sebatas kewajaran tanpa
memberikan kemudaratan kepada harta suaminya. Wallahualam bisshawaab

Tidak ada komentar: