AL MUFSIDIN, SEBAGAI BIANG KEROK BANJIR (2)

 AL MUFSIDIN, SEBAGAI BIANG KEROK BANJIR (2)
Oleh. Ust .Drs. Radix Moersenoaji
Ketua Majelis Tabligh PDM Kota Malang

 

 

Pada tulisan pertama kita telah dijelaskan tengtang fungsi dan tugas manusia seta akibat dari pebuatannya, yang menyebabkan orang lain terkena imbasnya, ibarat kata pepatah, gak ikut makan nangka, tapi kena getahnya!

Pada tulisan ke-2 ini, akan dibahas dengan fokus pada banjir saat musim penghujan yang terjadi di mana-mana, yang diakibatkan oleh keserakahan dan kesewenang-wenangan manusia di muka bumi ini.

Sejak dua bulan terakhir ini, diberbagai daerah pelosok dan perkotaan termasuk kota malang setiap hari dikujur hujan yang kadarnya tidak menentu, mulai dari grimis, sedang bahkan sampai deras dan lebat yang mengakibatkan terjadinya bencana dimana-mana. Ada pohon tumbang, longsor, banjir di setiap ruas jalan bahkan angin, hujan dan banjir sekaligus, hal ini karena kekuasaan Allah SWT, dan ironisnya manusia belum mampu mengambil sebuah pelajaran dari peristiwa hujan ini. Padahal dalam al-qur’an Allah SWT menyebutnya dengan 6 kata yang memiliki makna dan maksud yang berbeda, yaitu Shayyibun QS.2:19, Waabilun dan Fathallu. QS.2:265. Al-barad. QS.;24:43, Al-Mathar QS. 46:24 al-Ghaits QS.31:34.

Pada hakikatya musim penghujan ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat dengan Harapan hujan yang datang dapat membawa keberkahan dengan tumbuh suburnya tanaman dan sayur-sayuran dapat pulih kembali sumber mata air di tanah. Pada musim penghujan diharapkan hasil pertanian menjadi melimpah sehingga harga terjangkau oleh masyarakat, kebutuhan air bersih dari sumber mata air, baik sumur maupun mata air lainnya menjadi  lancar.

Harapan itu ternyata tidak semua terpenuhi dengan baik. Hujan yang datang ternyata juga membawa kepedihan bagi sebagian masyarakat lantaran terjadi banjir dan tanah longsor yang tidak hanya membawa korban harta benda tetapi juga nyawa. Datangnya hujan, dibeberapa tempat juga dibarengi dengan berkembang-biaknya beberapa jenis nyamuk pembawa penyakit demam berdarah bagi kehidupa manusia.

Sedih dan gembira, untung dan rugi, puas dan kecewa adalah nuansa kehidupan yang senantiasa datang menimpa manusia. Demikian pula orang yang merasakan datangnya musim penghujan ini. Yang jelas, kegembiraan itu akan dapat diraih apabila manusia tidak melakukan perbuatan-perbutan ceroboh yang menyebabkan terjadinya banjir dan tanah longsor. Kita tentu sepakat bahwa bencana yang menimpa kita adalah lebih disebabkan karena kesalahan perbuatan kita sendiri.

 

Kecerobohan

Jaringan pemutusan/ aliran air, sebetulnya secara alami telah terbentuk: “kalen”, curah, jurang dan sungai yang kemudian dibangun menjadi drainase buatan berupa selokan, got, bendungan dan sebagainya, menjadi jaringan aliran air terbangun. Kita dapat menyaksikan dengan mudah disekitar pemukiman bahwa masyarakat masih banyak yang membuang sampah tidak pada tempatnya bahkan dengan sengaja membuang ke selokan dan sungai, jaringan primer hingga tersier, terutama dimasyarakat perkotaan. Sementara itu, jaringan drainase di kota sudah banyak mengalami pendangkalan karena endapan sedimen sehingga daya tampungnya semakin rendah. Hal yang demikian inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya banjir diperkotaan, disamping besarnya limpasan aliran air permukaan akibat kekedapan permukaan tanah dan tingginya curah hujan.

Selera dan dinamika masyarakat terhadap lingkungannya amat beragam. Ada yang berselera bahwa indah dan bersih itu apabila dilingkungannya tidak terdapat debu dan tanah becek serta seresah tanaman. Karena selera ini, maka dilingkungannya akan dibuat setiap permukaan lantai dan tanah menjadi rapi dan aspal sehingga air hujan semuanya menjadi limpasan aliran air permukaan kontribusi banjir. Bagi yang berselera dengan nuansa kelestarian lingkungan maka keindahan itu adalah jika disekitarnya terdapat berbagai hijaunya daun tanaman, tertata serta air hujan yang jatuh dapat meresap kedalam tanah dilingkungannya sendiri. Air yang meresap kedalam tanah tidak hanya bermanfaat untuk memperkaya kandungan air tanah akan tetapi juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya banjir lewat luapan pada saluran drainase maupun jaringan air lainnya.

Besarnya curah hujan pada suatu saat adalah hal “given” bagi kita sehingga kita hanya dapat mensiasatinya agar tidak parah akibatnya bagi kehidupan masyarakat. Kita sangat paham bahwa aliran air selalu menuju atau mencari tempat yang lebih rendah. Kita pun juga sangat paham akan bahaya banjir bagi pemukim di pinggir/sempadan sungai, apalagi dengan disertai tindakan mempersempit saluaran air karena kebutuhan volume bangunan mukim.

Kecerobohan demi kecerobohan perilaku sebagian masyarakat itu dapat memperparah terjadinya banjir-bandang. Tentu untuk kedepan, harus dicarikan solusi agar ancaman banjir tidak semakin menjadi “momok” bagi masyarakat.

 

Kepedulian Lingkungan

Kata orang Jawa, sumberdaya alam itu bersifat “lumuh kapotangan” artinya tidak mau berhutang budi kepada orang yang telah peduli berbuat baik kepadanya. Jika orang mau peduli terhadap alam, tidak berbuat kerusakan maka alam akan membalasinya dengan kebaikan (sunnatullah).

Secara hukum alam, permukaan bumi tidak hanya berfungsi untuk tempat tumbuhnya berbagai tanaman dan binatang, akan tetapi juga sarana menjaga kelestarian alam antara lain dengan meresapkan air kedalam tanah. Air yang meresap kedalam tanah akan menjadi ‘air mantab’ memperkaya volume aquifer tanah yang bermanfaat menjamin tersedianya air sumur dan mata air. Dengan pemahaman ini maka banjir dapat dikurangi dengan membuat ‘kantong-kantong’ ruang terbuka hijau yang mampu berfungsi meresapkan air hujan kedalam tanah dan mengintensipkan pembuatan sumur resapan pada setiap bangunan tertentu, baik dilingkungan pemukiman maupun industri.

Kesigapan masyarakat yang dikomandani oleh Pemerintah Daerah setempat dalam menghadapi bahaya banjir, tidak kalah penting dibndingkan tindakan lainnya. Tindakan nyata berupa pembersihan dan pengerukan jaringan aliran air pada waktu menjelang musim hujan serta penertiban buang sampah bagi masyarakat harus terus digiatkan. Pada langkah ini, dapat kita lihat Pemda Kota Malang telah berbuat secara cukup “jempol” sehingga di beberapa tempat yang pada tahun lalu banjir bandang di jalan protocol, pada penghujan saat ini tidak lagi terjadi. Kalaupun terjadi tidak sampai berdampak signifikan dan memakan korban.

Berkaitan dengan bangunan saluran pembuang air serta pemutusan yang sebagian telah “disunat” oleh pemilik bangunan, dan ruang terbuka hijau yang telah menjadi “lahan sengketa”, perlu penataan kembali. Kemampuan jaringan saluran air jangan sampai menurun; lahan-lahan yang dapat meresap air hujan kedalam tanah yang sekarang telah dipergunakan untuk bangunan tidak berijin perlu difungsikan secara optimal.

Sementara itu, dengan semakin tumbuh-berkembangnya bangunan permukiman, harus tetap terkendali, termasuk menghindari adanya lokasi “cekungan” darat sebagai area pemukiman. Cekungan darat adalah tempat terkumpulnya aliran air hujan sebelum mengalir atau meresap kedalam tanah. Kesalahan memilih lokasi pembangunan area pemukiman akan selalu terjadi musibah laten banjir tersebut.

 

Penutup

Wilayah Kota Malang, secara geografis sangat beruntung dalam mengatasi banjir. Selain secara orologis berupa ketinggian dari permukaan air laut, Kota Malang juga di lewati beberapa sungai yang cukup besar yakni Sungai Brantas,  Metro dan Sungai Amprong serta sungai Bango. Dengan pembuatan saluran pembuang air kearah sungai-sungai tersebut maka ancaman banjir dapat dihindari. Namun, kedisiplinan warga dalam membuang sampah juga harus ditertibkan. Kepedulian terhadap lingkungan hidup terwujud lewat terbangunnya rasa malu jika membuang sampah tidak pada tempatnya. Kemudian dalam jangka menengah, Pemda Malang perlu membuat aturan yang mengintensifkan pembuatan resapan air hujan pada lingkungan terbangun, ruang terbuka hijau dan minimalisasi perabatan permukaan tanah.

Kita patut bersyukur karena bahaya tanah longsor tidak mengancam warga Kota Malang walau pernah terjadi di beberapa tempat menimpa warga yang tinggal di sempadan sungai. Coba kita bisa tengok saudara kita yang tinggal di daerah ketinggian, pada musim kemarau sering terjadi kekeringan/kekurangan air bersih, sedang pada musim penghujan terancam bahaya erosi dan tanah longsor. Sinergi antara pemerintah daerah dan warganya akan berhasil mengatasi berbagai masalah di Kota Malang, termasuk ancaman banjir. Semoga tercipta masayarakat Kota Malang yang tenteram dan berkemajuan.

Secara umum mari kita sadar akan fungsi dan tugasnya di muka bumi ini, karena semua manusia dilahirkan bukan untuk berbuat kerusakan dan kejahatan terhadap lingkungan, karena itu Islam telah memberikan petunjuk sederhana dalam memelihara lingkungan hidup dan pola hidup bagi semua penghuni bumi ini, supaya dalam berkehidupan dapat dirasakan nikmatnya, bersyukur dan semangat beribadah modal utama terciptanya ketentraman dan kebahagiaan hidup.

 


AL MUFSIDIN, SEBAGAI BIANG KEROK BANJIR (2) AL MUFSIDIN, SEBAGAI BIANG KEROK BANJIR (2) Reviewed by sangpencerah on Januari 16, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: