Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sangat sempurna bentuk dan rupanya
dibandingkan makhluk lain dari ciptaan Allah SWT di muka bumi ini. Kesempurnaan
itu bisa dilihat dari sisi akal, hati dan nafsunya, sedangkan makhluk lainnya
hanya dianugerahi nafsu dan hati, ada
juga yang dianugerahi akal dan hati saja. Karena itulah maka Allah SWT
memberikan amanah kepada manusia untuk menjadi
Khalifatu fil aldhi (pengganti/pengelola alam seisinya) .
pembahsan ini didasarkan kepada firman Allah SWT. Misalnya dalam surat at-Tiin:
4.
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ
Sungguh, Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk fisik yang sebaik-baiknya, jauh lebih
sempurna daripada hewan. Kami juga bekali mereka dengan akal dan sifat-sifat
yang unggul. Dengan kelebihan-kelebihan itulah Kami amanati manusia sebagai
khalifah di bumi.
Demikian juga dengan tugas manusia sebagai khalifatu fil ardhi dijelaskan
oleh Allah SWT dalam surat al-baqarah:30.
وَاِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا
اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ
نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا
تَعْلَمُوْنَ
"(Ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah
di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak
dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.”
Salah satu penjelasan dari ayat ini yaitu Setelah pada ayat-ayat terdahulu Allah SWT menjelaskan adanya kelompok
manusia yang ingkar atau kafir kepada-Nya, maka pada ayat ini Allah SWT menjelaskan
asal muasal manusia sehingga menjadi kafir, yaitu kejadian pada masa Nabi Adam.
Dan ingatlah, wahai Rasul, satu kisah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah, yakni manusia yang akan menjadi
pemimpin dan penguasa, di bumi.” Khalifah itu akan terus berganti dari satu
generasi ke generasi sampai hari Kiamat nanti dalam rangka melestarikan bumi
ini dan melaksanakan titah Allah SWT yang berupa amanah atau tugas-tugas
keagamaan. Para malaikat dengan serentak mengajukan pertanyaan kepada Allah SWT,
untuk mengetahui lebih jauh tentang maksud Allah SWT. Mereka berkata, “Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang memiliki kehendak atau ikhtiar dalam
melakukan satu pekerjaan sehingga berpotensi merusak dan menumpahkan darah di
sana dengan saling membunuh, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan
nama-Mu?” Malaikat menganggap bahwa diri merekalah yang patut untuk menjadi
khalifah karena mereka adalah hamba Allah SWT yang sangat patuh, selalu
bertasbih, memuji Allah SWT, dan menyucikan-Nya dari sifat-sifat yang tidak
layak bagi-Nya. Menanggapi pertanyaan malaikat tersebut, Allah SWT berfirman, “Sungguh,
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Penciptaan manusia adalah
rencana besar Allah SWT di dunia ini. Allah SWT Mahatahu bahwa pada diri
manusia terdapat hal-hal negatif sebagaimana yang dikhawatirkan oleh malaikat,
tetapi aspek positifnya jauh lebih banyak. Dari sini bisa diambil pelajaran
bahwa sebuah rencana besar yang mempunyai kemaslahatan yang besar jangan sampai
gagal hanya karena kekhawatiran adanya unsur negatif yang lebih kecil pada
rencana besar tersebut.
Kata Al Mufsidiin, dapat ditemukan antara lain dalam QS. Al –Qashas ayat 77 yang
berarti
وَلَا تَبْغِ
الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“…..dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Kata al mufsidiin berasal dari akar kata fa-sa-da
sebagai lawan kata dari shalih. Shalih berarti bagus, baik dan damai
sedangkan fasada berarti tidak bagus, tidak baik, jelek dan buruk. Fasad
ini menunjukkan sikap manusia yang tidak baik yang berakibat terjadinya
kerusakan di bumi, baik kerusakan sumberdaya alam maupun kerusakan social. Di
dalam Al Quran, kata fasad dihubungkan dengan semua perbuatan manusia
yang bertentangan dengan kebaikan, baik berupa kesombongan, pembangkangan
terhadap perintah Allah SWT, pertumpahan darah maupun merujuk kepada pengertian
terjadinya kerusakan / bencana alam.
Di dalam QS. Ar-Rum ayat 41, kata fasad secara
khusus dihubungkan dengan kerusakan alam dan tatanan moral : “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supaya Allah SWT merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Jelaslah disini keterangan Allah SWT bahwa tangan-tangan manusia yang telah
berbuat kerusakan menyebabkan terjadinya bencana dan bencana itu masih diliputi
dengan kasih sayang Allah SWT agar manusia kembali kepada jalan yang benar,
yakni tidak mengulangi dan melakukan perbaikan kembali.
Banjir di wilayah Kota Malang dan juga sebagaimana di
kota-kota lain di Indonesia, selain disebabkan oleh tingginya curah hujan
(sunnatullah-hukum Allah) juga lebih disebabkan oleh kecerobohan / kesalahan
perbuatan tangan manusia yang telah berbuat kerusakan terhadap sumberdaya alam
yang tersedia baginya.
Aliran air selalu menuju ke tempat yang lebih rendah,
menggenang disitu dan jika daya tampung tempat/saluran sudah tidak mampu maka
akan meluber dan melimpah serta mengalir lagi kearah tempat yang rendah lagi.
Limpahan dan aliran inilah yang kemudian kita sebut sebagai banjir. Sejauh
aliran air itu masih cukup pada jaringan saluran aliran airnya (parit, got,
selokan, sungai dst) maka banjir tidak akan terjadi.
Meluber dan melimpahnya aliran air, juga sering disebabkan
oleh pendangkalan karena akumulasi sedimen, atau saluran yang ada telah tersumbat
oleh kumpulan sampah. Perilaku masyarakat yang menyebabkan terjadinya
sedimentasi dan penyumbatan oleh sampah inilah yang disebut sebagai perbuatan
yang membuat kerusakan. Atas perbuatan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh sebagian
warga, kemudian menyebabkan terjadinya banjir yang menyusahkan banyak orang
maka secara masif, kita bisa bayangkan, betapa besar dosa kedzaliman orang
pelaku itu. Perbuatan ini adalah perbuatan ceroboh, tidak peduli kepada
lingkungan hidupnya.
Apabila sampah dan pendangkalan itu ternyata menyebabkan
terkumpulnya berbagai macam jenis sampah dan bangkai–bangkai; Jika
kotoran–kotoran ini ternyata menjadikan terjadinya penyebaran macam-macam
penyakit atau bahkan terjadi wabah yang menimpa warga sepanjang aliran sungai
maka betapa banyak warga yang terdzolimi oleh perbuatan ceroboh itru. Masihkah
kita ingat pada masa awal berjangkitnya penyakit flu burung hingga mewabah
kepada penduduk yang mukim di sekitar sungai di salah satu kota di Jawa Barat
beberapa tahun yang lalu? Ternyata dibalik tersebarnya penyakit itu adalah
akibat adanya bangkai-bangkai ayam yang mati dibuang oleh warga masyarakat yang
tinggal di daerah hulu sungai itu. Tentu, warga yang membuang bangkai ayam
tidak tahu dan tidak mengira bahwa akibat kecerobohannya telah menyebabkan
terjadinya korban–korban warga yang tinggal di daerah hilir atau sepanjang
sungai.
فَمَا كَانَ اللّٰهُ
لِيَظْلِمَهُمْ وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
“…
Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri!” ( QS. At Taubah :70).
Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk bangsa-bangsa maupun suku-suku adalah untuk saling mengenal. Dari saling mengenal (li ta’aarafuu) tentu akan berlanjut terbentuknya hubungan social yang lebih intens dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Hal ini sebagimana di Firmankan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat 13 yang artinya :
يٰٓاَيُّهَا
النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا
وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ
ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
( QS. Al-Hujurat 13).
Sebagai kelanjutan dari li ta’aarafuu – saling
mengenal tidak hanya saling kenal dalam identitas namun juga mengandung relasi
positip saling menolong –“ ta’aawanuu” seperti di tegaskan oleh Allah SWT
dalam QS. Al –Maidah ayat 2, yang artinya : “…
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
( QS. Al – Maidah : 2)
Memahami kedua Firman Allah SWT tersebut diatas, sebenarnya
Allah SWT telah mengajarkan kepada kita, bahwa kita dalam hidup ini antara lain
harus selalu berusaha menjadi orang yang bertaqwa dengan hidup secara sosial
saling menguntungkan, membawa kebaikan dengan cara saling menolong dalam urusan
kebaikan, namun tidak tolong menolong dalam berbuat kerusakan. Pengertian ini
terjabar dalam hubungan yang saling memberikan kebaikan, saling menguntungkan antara
masyarakat pemukim di daerah hulu sungai dengan masyarakat yang berdomisili
pada hilir sungainya.
Rasa sosial yang menyatu dalam menjaga kelestarian
alam-lingkungan hidup, melahirkan tindakan yang bertanggungjawab atas
lingkungan masing-masing dan saling menjaga dalam kebaikan
atas motivasi moral-spiritual. Warga muslim terhindar dari perilaku Al
Mufsidin yakni sebagai biang kerok terjadinya bencana. Jadi
setiap bencana yang terjadi di muka bumi, karena ulah manusia itu sendiri.

Tidak ada komentar: