MAKNA DAN IMPLEMENTASI RAHMATAL LIL ALAMIN

 MAKNA DAN IMPLEMENTASI RAHMATAL LIL ALAMIN
Oleh. MTT PPM

 

Islam dengan kesempurnaan syari’at dan ajarannya yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan didakwahkannya. Salah satunya sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Anbiyā’, [21]: 107 ditegaskan bahwa Islam sebagai risalah rahmat bagi seluruh alam, raḥmatan (raḥmah) lil al-‘ālamīn.

 

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

 

“Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

 

Arti diksi Raḥmah ialah riqqah taqtaḍī al-iḥsān ilā al-marḥūm, perasaan lembut (cinta) yang mendorong untuk memberikan kebaikan nyata kepada yang dikasihi. Berdasarkan pengertian ini maka Islam diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad untuk mewujudkan kebaikan nyata bagi seluruh makhluk Allah SWT yang Maha Mengatur tata kehidupan hambaNya.


Kemanfaatan dan kebaikan nyata dalam pengertian yang paling luas adalah hidup baik yang dalam Q.S. al-Naḥl, [16]: 97 disebut ḥayatan ṭayyibah. Dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menyebutkan 3 kriteria hidup baik: lahum ajruhum ‘inda rabbihim (sejahtera sesejahtera- sejahteranya/al-rafāhiyyah kulluhā), wa lā khaufun ‘alaihim (damai sedamai-damainya/al-sālam kulluhā) dan wa lā hum yaḥzanūn (bahagia sebahagia-bahagianya/al-sa’adah kulluhā) di dunia dan di akhirat kelak.

Sebagai imlpementasinya agar Islam benar-benar menjadi risalah yang menjadi rahmat bagi seluruh alam dalam pengertian di atas, al-Qur’an menggariskan pegangan dalam memeluknya. Pegangan ini disebut al-‘urwah al-wuṡqā (tali pegangan yang paling kuat) dan menjadi pedoman penghayatan dan pengamalan (santiaji) agama Islam dalam kehdupan.


Terekam dalam al-Qur’an terdapat 2 ayat yang menyebutkan al-‘urwah al- wuṡqā dengan unsur-unsurnya terdiri atas iman, Islam dan ihsan.

 

لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

 

Pertama, Q.S. al-Baqarah, [2]: 256: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Ṭāgūt dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

 

وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ ۗ وَإِلَى ٱللَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلْأُمُورِ


Kedua, Q.S. Luqmān [31]: 22: “Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”.


Urut-urutan dan unsur-unsur al-‘urwah al-wuṡqā tersebut dalam hadis riwayat Imām Muslim dari sahabat ‘Umar bin al-Khaṭṭāb adalah: Islam, Iman dan Ihsan. Ayahku –‘Umar bin al-Khaṭṭāb RA- telah menyampaikan kepadaku, ia berkata: “Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasulullah SAW. Tiba-tiba muncul dihadapan kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan ia letakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, seraya berkata: “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah SAW menjawab, “Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramaḍān, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata, “Engkau benar.” Maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab, “Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab- Nya; para Rasul-Nya; hari Akhir; dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi SAW menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu berkata lagi: “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!” Nabi SAW menjawab, “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju; serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.” Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku (Umar bin al- Khaṭṭāb) pun terdiam, sehingga Nabi SAW bertanya kepadaku: “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,” Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” (H.R. Muslim)

Salah satu bagian dari pedoman penghayatan pengamalan agama Islam, makna unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

 

Islam: Ketundukan untuk mewujudkan hidup baik di dunia dan akhirat

Islam adalah ketundukan kepada Allah SWT yang mengungkapkan kehendak-Nya dalam 3 ayat: qauliyyah, kauniyyah dan tarīkhiyyah, yang menjadi mental kesadaran Muslim. Kesadaran adalah realitas primer yang ekspresi kesadaran “Islam” ini di antaranya adalah ketaatan yang disertai dengan ketundukan puncak yang disebut ibadah. Hadis dari Umar menjelaskan “Islam” dalam pengertian ketundukan dengan ibadah ini yang kemudian populer disebut sebagai rukun Islam dan dalam Muhammadiyah disebut ibadah khāṣṣah atau ibadah khusus.

Misalnya Syahadat merupakan Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal berislam dengan ketundukan pikiran. Shalat adalah Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal moralitas publik menyebarkan kedamaian, rahmat Allah SWT dan berkat-Nya (makna shalat diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam). Sedangkan Zakat yaitu Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal kesejahteraan sosial (al-Taubah, [9]: 103) dengan mewujudkan al-namā’ wa al-rāī’ (masyarakat yang tumbuh, berkembang, subur dan indah).

 

Sedangkan kewajiban lain, Puasa adalah Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal kecerdasan emosional, pengendalian diri (al-Baqarah, [2]: 183). Dan Haji ialah Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang membuktikan kesetiaan (walā’) kepada Allah dan menjadi pangkal kesetiaan kepada agama, negara dan keluarga yang ekspresinya setia membela nasib hamba-Nya (haji mabrur adalah menyebarkan kedamaian dan memberi makan kepada yang kelaparan)

 

Iman: Keyakinan untuk mewujudkan hidup baik di dunia dan akhirat

Iman dalam bahasa arab dibentuk dari satu kata yang kata kerja intransitifnya amina-ya’manu dan maṣdar-nya amnan {ṭuma’ninatun nafsi wa zawāl al-khaufi: tenteramnya jiwa (damai) dan tiadanya ketakutan (aman)}, amanan (al-ḥālah allatī yakūnu ‘alaihā al-insān: keadaan aman dan damai yang dialami manusia) dan amānatan (mā ya’manu ‘alaihi al-insān: sesuatu yang menjadi dasar manusia merasa aman dan damai). Iman merupakan maṣdar dari kata kerja transitifnya sehingga jika dipahami dari asal bahasanya pengertian iman adalah kepercayaan yang potensial membuat aman dan damai dan aktual membuat manusia merasa aman dan damai serta aktual membuat manusia memiliki amanah atau trust dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan kehidupan dengan alam. Dalam Q.S. al-Baqarah, [2]: 256 iman kepada Allah SWT dilawankan dengan pengingkaran kepada ṭāghūt dan dalam hadis riwayat Khalifah Umar, iman terdiri atas 6 rukun:

 

1.      Iman kepada Allah SWT adalah kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan integritas (anti ṭāghūt berupa syetan), integrasi sosial (anti ṭāghūt berupa Fir’aun dan tokoh-tokoh perusak perdamaian) dan rasionalitas (anti ṭāghūt berupa dukun/kāhin).

2.      Iman kepada Malaikat : kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pengendalian hidup melalui kontrol yang

3.      Iman kepada kitab suci : kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan peradaban maju.

4.      Iman kepada para Rasul : kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pembebasan kesengsaraan hidup di dunia dan

5.      Iman kepada Hari Kiamat: kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pertanggungjawaban dalam

6.      Iman kepada qadar: kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan usaha-usaha sesuai dengan qadrat (kodrat manusia: kodrat wujud, kodrat eksistensi dan kodrat potensi) dan terukur

 

Ihsan: Pengabdian untuk Mewujudkan Hidup Baik di Dunia dan Akhirat

Dalam hadis di atas ihsan diberi pengertian: an ta’bud Allah ka annaka tarāhu fa in lam takun tarāhu fa innahu yarāka. Ta’bud adalah kata kerja yang maṣdar-nya bisa ‘ibādah (pengertiannya telah disebutkan di atas) yang hanya dilakukan kepada Allah dan juga bisa ‘ubūdiyyah yang berarti penghambaan atau pengabdian sehingga bisa dilakukan kepada Allah SWT dan kepada yang lain (manusia, negara dan lain-lain).

 

Dengan memperhatikan kedudukan manusia di bumi sebagai hamba dan khalifah Allah SWT yang harus menyelenggarakan kehidupan atas nama-Nya, membawa nama-Nya dan dengan memohon berkat- Nya, Ta’bud dalam hadis tersebut bermakna pengabdian. Pengabdian manusia kepada Allah dengan kedudukan itu dilaksanakan dengan peran-peran sebagai pribadi, hamba Allah, anggota keluarga, warga komunitas, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia seksligus.

Disarikan dari Fiqh Zakat Kontemporer Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah


MAKNA DAN IMPLEMENTASI RAHMATAL LIL ALAMIN  MAKNA DAN IMPLEMENTASI RAHMATAL LIL ALAMIN Reviewed by sangpencerah on Februari 21, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar: