DIKSI PEMIMPIN DALAM ISLAM (1)

DIKSI PEMIMPIN DALAM ISLAM (1)

Oleh. Prof. Dr. Akhmad Mujahidin

(Guru Besar Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau)

 


Islam memandang persoalan kepemimpinan sangatlah penting, mengingat pesan. Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya:

إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ


 “Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud)

 

Hadits ini memperlihatkan bagaimana dalam sebuah kelompok Muslim kecil, Nabi SAW  memerintahkan agar memilih dan mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.

 

Dalam masyarakat beradab, kepemimpinan dibangun atas dasar konsensus nilai-nilai kearifan lokal, yang berkaitan dengan aktivitas dalam kepemimpinan, yang tidak bisa dipisahkan. Kepemimpinan tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial masyarakat yang dianut. Ia tidak bisa dipertentangkan, tetapi ia harus direlasikan atau bahkan diintegrasikan. Salah satu ciri kearifan lokal adalah memiliki tingkat solidaritas yang tinggi atas lingkungannya.

 

Ibnu Khaldun dikenal sebagai peletak dasar teori solidaritas (‘Ashâbiyat) Teori ini merupakan pengejawantahan dari teori harmoni ka al-jasad al-wahid dalam ajaran Islam, yang menggambarkan kelaziman saling melindungi dan mengembangkan potensi serta saling mengisi dan membantu di antara sesama. Melalui teori harmoni ka al-jasad al-wahid, misalnya kehidupan komunitas muslim itu dengan ka al-bunyan yasuddu ba’duha ba’dha bagaikan sebuah bangunan, dari berbagai elemen bangunan yang satu dengan yang lainnya saling memperkokoh— memperkuat Teori ‘Ashâbiyat— solidaritas kelompok dan konsep ta’âwun al-ihsan itu didasarkan atas pemikiran ajaran Islam, yang berisi norma aqidah dan syari’at.

 

Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan agama Islam tidak akan bisa tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan, dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama. Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan kata Imamah. Sedangkan kata yang terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi pemimpin dalam Islam ada delapan istilah, yaitu; Imam  dalam Surat al-Baqarah 124. Khalifah pada al-Baqarah: 30.  Malik,  al-Fatihah : 4, Wali  pada al-A’raf : 3. ‘Amir dan Ra’in, Sultan,  Rais, dan Ulil ‘amri.

 

Menurut Quraish Shihab, imam dan khalifah dua istilah yang digunakan Alquran untuk menunjuk pemimpin. Kata imam diambil dari kata amma-ya’ummu, yang berarti menuju, dan meneladani. Kata khalifah berakar dari kata khalafa yang pada asalnya berarti “di belakang”. Kata khalifah sering diartikan “pengganti” karena yang menggantikan selalu berada di belakang, atau datang sesudah yang digantikannya

 


 

Dasar-dasar Kepemimpinan

Dasar fondamental yang harus dijadikan pijakan dan perhatian dalam memilih dan menentukan seorang pemimpin dalam Islam memeiliki kritria diantaranya;

Pertama, tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi orang-orang muslim karena akan mempengaruhi kualitas keberagamaan rakyat yang dipimpinnya,(QS. An-Nisa’;4:144).

Kedua, tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan Agama Islam, (QS.Al-Maidah5:57).

Ketiga, pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya, pemberian tugas atau wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya pekerjaan bahkan organisasi yang menaunginya. Rasulullah SAW berpesan  “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

Keempat, pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai umatnya, mendoakan dan didoakan oleh umatnya. Sebagaimana Pesan Rasulullah SAW. “Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim).

Kelima, pemimpin harus mengutamakan, membela dan mendahulukan kepentingan umat, daripada diri dan keluarganya, menegakkan keadilan, melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk ketidaksukaan,  kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, Firman Allah SWT. Dalam Alquran, Surat Al-Maidah;5:8. Keenam, pemimpin harus memiliki celupan sifat-sifat Allah SWT yang terkumpul dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat Rasul-Rasul-Nya.

 

Karakter Pemimpin Islami

Manusia tidak lepas dari sifat kemanusiaanya, tabi’at dasar yang selalu muncul pada setiap kesempatan dan keadaan, salah satu sifat dasarnya yaitu ingin menjadi pemimpin, khususnya disaat bulan dan tahun politik, mereka berambisi untuk menjadi pemimpin, baik melalui pemilihan atau ditunjuk secara langsung padahal pemimpin itu sebuah amanah yang harus dijalankan bukan untuk dipamerkan.  Di samping itu Pemimpin merupakan suatu panggilan yang sangat mulia dan perintah dari Allah SWT yang menempatkan dirinya sebagai makhluk pilihan sehingga tumbuh dalam dirinya kehati-hatian, menghargai waktu, hemat, produktif, dan memperlebar sifat kasih sayang sesama manusia.

 

Solidaritas kelompok sebagai dasar kehidupan yang dilandasi oleh iman dan akhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, dapat memberikan implikasi terhadap tatanan kerja sama kemanusiaan (ta’âwun al-ihsan). teori ini jika dihubungkan dengan kegiatan kepemimpinan, maka akan dapat mendorong masyarakat untuk bersatu dan aktif partisipatif dalam proses pembangunan di semua sektor kehidupan.

 

Fenomena yang terjadi dan menjadi motivasi bagi seseorang untuk ambil bagian dalam suatu proses kepemimpinan sangat beragam sebagaimana halnya motivasi seseorang untuk melaksanakan ibadah, seperti shalat, puasa, dan sebagainya. Keragaman motivasi atau latar belakang niat seseorang dalam bertindak adalah suatu hal yang tidak terelakan dan secara hukum tidak dipersalahkan. Sejarah menjelaskan kepada kita, ketika Nabi Muhammad SAW  berhijrah bersama para pengikutnya, beliau mengatakan bahwa motivasi dan keikutsertaan para pengikutnya itu beragam, ada yang bermotivasikan kekayaan, dan ada juga karena dorongan wanita yang ingin dinikahinya. Semuanya itu dibenarkan, hanya saja kualitas partisipasi yang terbaik dan tertinggi dalam pandangan agama Islam adalah karena Allah SWT.

 

Dalam sebuah Hadis: innama al-’amal bi al-niyyât dan seterusnya, melegitimasi keragamaan motivasi tindakan. Oleh karena itu, masalah partisipasi tokoh masyarakat dalam perhelatan pemilihan kepala daerah baik presiden, gubernur, bupati maupun wali kota pun demikian. Motivasi partisipasi  itu harus diciptakan. Menurut Abdurrahman bin Abd al Salam al Syafi’i dalam kitab Nudzat al Majalis wa Muntakhab al Nafa-is bahwa  motivasi seseorang untuk melaksanakan kepemimpinan layaknya melaksanakan ibadah yang selalu beragam dan menemukan perbedaan. Ada tiga motivasi utama: Motivasi ekonomi, yakni ingin mendapat imbalan material yang bernilai; Motivasi “takut” mendapat ancaman “akhirat” dan ingin “surga”; dan motivasi ikhlas  atas landasan iman tauhid yang amat murni; li i’laa-i kalimatillah.

Orientasi yang dimaksudkan di atas hampir sama dengan perumamaan ini “Ibarat orang menanam padi pasti tumbuh rumput, dan orang yang menanam rumput belum tentu tumbuh padi, artiya jika kita mendahulukan urusan rakyat, maka urusan dirinya akan tercapai atau jika kita memperhatikan urusan akhirat, maka urusan dunia akan katut......

in syaa Allah bersambung.....



DIKSI PEMIMPIN DALAM ISLAM (1) DIKSI PEMIMPIN DALAM ISLAM (1) Reviewed by sangpencerah on Januari 18, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar: