REFLEKSI DAN RESOLUSI MILAD KE--113 MUHAMMADIYAH-2025

 REFLEKSI DAN RESOLUSI  MILAD KE--113  MUHAMMADIYAH-2025
Dilema Elite Persyarikatan: Dua Wajah Muhammadiyah di Pusaran Kekuasaan
Oleh: Nazaruddin 
(Politikus dan mantan DPR RI-2009-2014)

 


Firman Allah SWT;

“....Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya).....” (QS. An-Nisa’;4:59)

Ayat megajarkan kepada kita semua orang yang beriman yang mengalami perbedaan pandangan dalam urusan dunia, maka dikemblikan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Terindikasi adanya Dualisme kepemimpinan atau dikenal eksistensi dua kubu dalam kekuasaan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang secara umum kondisi semacam ini dapat menimbulkan bahaya serius terhadap stabilitas internal organisasi dan ketertiban umum. Konflik sejenis ini bisa juga menjadi meningkat pada tahap bulliying non verbal dan mengganggu tatanan pola pikir kehidupan masyarakat. Utamanya dalam membangun komunikasi dan peradaban, mislanya;

Gesekan Orientasimislanya Perpecahan internal atau persaingan antar-ormas yang dipicu oleh perebutan pengaruh dan sumber daya ekonomi (seperti menggalang kelompok komunitas, atau pengamanan bisnis) yang mengantarkan pada ketegangan situasi dan kondisi saat bersama dalam wadah organisasi.

Embrio oknum Ormas: Dualisme kepemimpinan sering kali dieksploitasi oleh oknum anggota ormas (yang sebagian mungkin merupakan preman) untuk berlindung di balik atribut organisasi demi keuntungan pribadi, seperti pemalakan atau intimidasi, yang semakin meresahkan masyarakat.

Melemahkan Persimpangan Hukum: Tindakan kurang etis dalam ormas mempersulit penegakan hukum dan menimbulkan tantangan bagi aparat keamanan dalam menjaga ketertiban, bahkan bisa berujung pada penyerangan terhadap petugas atau fasilitas polisi dls

Seperti banyak pengalaman membuktikan bahwa dalam hubungannya dengan internal ormas akan terjadi hal-hal sebagai berikut;2

Ketidakpastian dan Kebingungan: Adanya dua kubu yang saling mengklaim legitimasi menyebabkan kebingungan di kalangan anggota dan pihak eksternal (misalnya, pemerintah atau mitra kerja) mengenai siapa pemimpin yang sah dan harus dipercaya dan diikuti.

Kelumpuhan Organisasi: Komunikasi dan kerja sama internal terhambat, mengganggu aktivitas dan tujuan organisasi yang seharusnya mengabdi pada kepentingan umum dan kemashlahatan umat.

Suramnya Fokus: Energi organisasi terkuras energinya hanya untuk melayani konflik internal, jangankan menjalankan visi dan misi sosialnya, melayani kepentingan umat akan berantakan, pada akhirnya merugikan citra dan kepercayaan publik terhadap ormas tersebut.

Polarisasi Anggota: Perbedaan pandangan politik atau perebutan sumber daya dapat menyebabkan polarisasi yang tajam di tingkat ujung daun dan menghujam diakar rumput, pada akhirnya membuat perpecahan semakin sulit untuk diselesaikan. 

​Dalam rangka memperingati Milad ke-113 tahun, Muhammadiyah kembali menguji komitmen dirinya sendiri di hadapan cermin sejarah. Sebagai entitas Islam modern yang selalu menjaga jarak dengan kekuasaan politik, sikap independen ini adalah mata air bagi rasionalitas kritis yang memungkinkannya berfungsi sebagai kekuatan penyeimbang moral bagi negara. Namun, memasuki usia lebih dari satu abad ini, dan khususnya di era Presiden ke 7, Joko Widodo, benturan antara idealisme historis dan realitas politik praktis telah memunculkan dua kutub yang berlawanan orientasi bahkan terang benderang di kalangan elite persyarikatan.

 

​Dua sosok yang sama-sama berada dalam posisi pejabat negara dan pimpinan organisasi yaitu Muhadjir Effendy dan Busyro Muqoddas, keduanya mewakili dan merupakan dua respons yang kontradiktif terhadap godaan dan tawaran tentang aset negara, dan ini adalah potret dilema mendasar yang kini dan akan dihadapi Muhammadiyah di abad kedua: akomodatif versus kritisisme.

 

​Kutub Pertama: Pragmatisme Akseleratif (Muhadjir Effendy)

​Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.Ap seorang kader tulen dan akademisi, telah menjadi arketipe elite Muhammadiyah yang lentur dan adaptif terhadap kekuasaan. Terbilang Sejak menjabat sebagai menteri di Kabinet Kerja hingga sebagai Menko PMK, telah berfungsi sebagai jembatan komunikasi yang efektif antara rezim dan persyarikatan.

​Peran Muhadjir mencerminkan pandangan bahwa negosiasi dan kedekatan dengan negara adalah jalan untuk mengamankan kepentingan dan posisi. Kedekatan ini dibuktikan dalam dua fenomena kunci:

1. Kasus Konsesi Tambang: Ketika negara menawarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi keagamaan, Muhadjir sebagai Menko PMK berada di jantung kebijakan tersebut, meski posisinya secara teknis di kabinet tidak berhubungan langsung dengan urusan IUP. Terlepas dari respons kehati-hatian Pimpinan Pusat Muhammadiyah, posisi beliau di kabinet membuatnya menjadi representatif internal minimal dengan skema "bagi hasil" kekuasaan ini, sehingga kiprah Muhammadiyah semakin dipercaya oleh negara .

2. Peran dalam Isu Gibran Keterlibatannya saat menjabat Menteri Pendidikan dalam penerbitan surat keterangan penyetaraan sekolah calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang belakangan ini jadi trending dan dipersoalkan, dengan menyoroti betapa generasi ini terlihat lebih nyaman bernegosiasi dengan lingkaran inti kekuasaan daripada menjaga jarak dari isu-isu yang berpotensi mencederai etika politik.

​Muhadjir mewakili wajah pragmatis Muhammadiyah sebuah strategi politik yang melihat negara sebagai mitra strategis yang harus dimanfaatkan, bukan sekadar objek kritik moral, yang akan menyulitkan gerakannya dan tidak dianggap tindakannya. Karenanya dalam rangka mengembangkan sayap gerakan dakwahnya, maka harus ikut andil dan ambil bagian dari kebijakan pemerintah.

 

​Kutub Kedua: Konsistensi Kritis (Busyro Muqoddas)

​Di sisi lain spectrum tokoh, berdiri Dr. Busyro Muqoddas, juga salah satu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang memilih untuk tetap kritis dan menjaga jarak tegas dari kekuasaan. Sosok Busyro adalah antitesis sempurna dari pragmatisme politik yang diusung oleh Muhadjir. Beliau memiliki paradigma berbeda, dan ingin berkolaborasi diantara dua kepentingan, dan tetap konsisten dengan pandangan dan orientasi organisasi.

​Busyro mewakili wajah kritis yang berpegang teguh pada khittah awal berdirinya Muhammadiyah sebagai penunjuk arah bangsa. Konsistensi sikap ini terlihat nyata dalam beberapa keadaan, misalnya;:

1. Kepemimpinan di KPK: Posisinya sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dimana beliau dikenal sebagai sosok yang tegas dan tidak kompromi dengan intervensi politik. Penolakan terhadap politik akomodatif terlihat jelas dari rekam jejaknya yang tidak kenal takut dan kwatir membongkar kasus-kasus besar, membuktikan bahwa kader Muhammadiyah mampu menjalankan tugas negara tanpa tunduk pada kepentingan rezim di atasnya. Konsistensi inilah yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi organisasi Muhammadiyah di masa yang akan datang, supaya keberadaannya tetap ligitimasi oleh pemerintah dan masyarakat luas.

2. Pembelaan Rakyat Melawan Pengembang

Posisi yang diambil oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PP Muhammadiyah yang merupakan bagian dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP). Pimpinan gaya Busyro Muqoddas, dalam kasus sengketa pagar laut di pantai utara Banten melawan pengembang megaproyek (seperti PIK 2), adalah bukti nyata dalam keberpihakan beliau kepada rakyat. Dengan membela hak-hak rakyat kecil secara langsung melawan korporasi besar yang disokong  oleh rezim, Majelis ini menunjukkan bahwa kekuatan moral persyarikatan harus selalu berpihak kepada keadilan sosial dan rakyat, bukan kepada elite kekuasaan atau pemodal. Sebagaimana amanah isi pancasila sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

​Busyro memilih jalur perlawanan moral dan penjagaan integritas, menjadikan Muhammadiyah sebagai payung hukum rakyat dan pengawas moral negara.

Posisi Muhammadiyah?

Pandangan Kontras antara Muhadjir Effendy (Pragmatisme Politik) dan Busyro Muqoddas (Konsistensi Kritis) menunjukkan adanya ketegangan ideologis di tubuh elite Muhammadiyah saat ini bahkan bisa memanjang ke masa depan.

Momentum berharga ini tepatnya Milad ke-113 tahun 2025 Muhammadiyah berdiri di persimpangan jalan dalam koteks pembelaan, pelayanan dan perlindungan masyarakat:

* ​Apakah ia akan mengambil jalan yang lebih mudah, mengakomodasi kepentingan negara demi akses dan fasilitas (seperti yang dicontohkan Prof. Muhadjir)?

* ​Atau, memilih jalan yang lebih sulit, mempertahankan jarak kritis dan independensi moral sebagai civil society yang berpihak pada keadilan (seperti yang dicontohkan bapak Busyro)?

​Pilihan ini akan menentukan bukan hanya nasib kader, tetapi juga masa depan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern yang pernah menjadi mercusuar gerakan pencerahan di Indonesia.

Secara keseluruhan, perpecahan dalam kekuasaan ormas menciptakan ketidakstabilan yang berdampak negatif signifikan, tidak hanya bagi anggotanya, tetapi juga bagi keamanan, ketertiban, dan iklim investasi di lingkungan sekitarnya

Solusinya:

Penyelesaian dualisme kepemimpinan memerlukan pendekatan komprehensif, mulai dari internal hingga intervensi pihak luar:


Mekanisme Penyelesaian Internal Organisasi:

Kembali kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ormas adalah langkah fundamental. AD/ART harus memuat mekanisme penyelesaian konflik yang jelas dan mengikat.

Musyawarah dan Mediasi Internal: Mendorong dialog, diskusi, dan musyawarah mufakat untuk menemukan akar permasalahan dan mencapai solusi damai yang mengutamakan kesejahteraan bersama sesuai tema besar milad ke 113 memajukan kesejahteraan bangsa.

Menciptakan budaya organisasi yang terbuka terhadap kritik dan saran, serta memastikan transparansi dalam pengambilan keputusan untuk menghindari saling curiga dan salah paham. Memiliki sifat kepemimpinan yang adil, berintegritas, dan mampu membangun komunikasi yang efektif di antara anggota dapat membantu mengelola dan menyelesaikan konflik secara internal yang berdampak pada masyarakat luas, saling mengontrol egoisme diri dalam berorganisasi.

Selamat dan Sukses Milad ke 113 Muhammadiyah-2025


REFLEKSI DAN RESOLUSI MILAD KE--113 MUHAMMADIYAH-2025 REFLEKSI DAN RESOLUSI  MILAD KE--113  MUHAMMADIYAH-2025 Reviewed by sangpencerah on Desember 05, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: