Menelisik isi
al-Qur’an dari 30 Juz, 114 surat, diantara yang terkandung di dalamnya adalah
Allah mengisahkan beberapa prilaku para kaum terdahulu, sebagai salah satu
gambaran bagi kita dan generasi ke depan sampai hari kiamat nanti. Salah satu
kisah dalam al-Qur’an adalah kejengkelan Bani Isra’il yang telah dikisah dalam
surat al-Baqarah khususnya ayat 58, begini kisahnya. Kisah di balik surah
al-Baqarah ayat 58 ini bermula ketika Allah SWT. memerintahkan Nabi Musa dan
kaumnya, Bani Israil, untuk keluar dari Mesir menuju ke Baitul Maqdis. Allah SWT telah mempersilakan mereka
untuk menetap di sana. Namun sebelum itu, mereka harus mengalahkan suku yang mendiami
wilayah itu.
Dengan kata lain, bahwa Allah SWT telah memberikan
kesempatan kepada Bani Israil untuk melakukan perang terlebih dahulu. Sebab,
sebelumnya, mereka sering melakukan pembangkangan dan penyelewengan. Namun
ternyata mereka menolak perintah Allah SWT itu
dengan alasan suku Kan’an yang mendiami wilayah itu memiliki fisik yang lebih
kuat sehingga tidak mungkin bisa mengalahkannya mereka dalam peperangan.
Dan perintah Allah SWT
ini hanya sebagai ujian bagi mereka, kalaupun harus berperang tentu Allah SWT akan
menolongnya, karena kepatuhan mereka, sebagaimana Allah jelaskan dalam surat
Muhammad ayat 7. Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong agama
Allah, niscaya Allah akan menolong kalian, dan menguhkan posisimu
Padahal jika mereka
bertekad dan bertawakkal, tentu Allah SWT akan menolongnya melalui Nabi Musa as,
sebagaimana Allah SWT menolong mereka dari kejaran Fir’aun dan pasukannya di
tengah lautan. Perupamaan di ayat lain; “Dan betapa banyaknya negeri yang (penduduknya) lebih kuat
dari pada (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. Kami telah
membinasakan mereka, maka tidak ada seorang penolongpun bagi mereka.” (QS: Muhammad;47:13). Kisah lain Nabi
Hud as diutus untuk kaum ‘Ad. Mereka mendustakan kenabian Nabi Hud as. Allah
SWT lalu mendatangkan angin yang dahsyat disertai dengan bunyi guruh yang
menggelegar hingga mereka tertimbun pasir dan akhirnya binasa (QS At Taubah:
70, Al Qamar: 18, Fushshilat: 13, An Najm: 50, Qaaf: 13). Nabi
Nuh as berdakwah selama satu melenium lebih (950 tahun), namun yang beriman
hanyalah sekitar 80 orang. Kaumnya mendustakan dan memperolok-olok Nabi Nuh. (QS. Nuh (71) : 5-7). Nabi Shalih as diutuskan Allah SWT kepada kaum Tsamud. Nabi
Saleh as diberi sebuah mukjizat seekor unta betina yang keluar dari celah batu.
Kemudian Nabi Shalih as membuat jadual minum. Namun, kaumnya tidak mau antri
dengan unta. Bahkan, mereka membunuh unta betina tersebut sehingga Allah SWT menimpakan
adzab kepada mereka (QS ALhijr: 80, Huud: 68, Qaaf: 12).
Pada saat itu Bani
Israil berkata kepada Nabi Musa as bahwa mereka tidak akan memasuki wilayah
itu, sebelum suku Kan’an keluar dari sana. Mereka menyuruh Nabi Musa as dan Allah SWT untuk
memerangi mereka. Sedangkan mereka berdiam diri menunggu hasilnya. Keterangan
ini terdapat di surah al-Maidah ayat 24.
Lagi-lagi perilaku mereka telah membuat
sedih hati Nabi Musa As. Dengan demikian, Allah SWT pun mengharamkan mereka
memasuki Baitul Maqdis. Sebagai balasannya, Allah SWT menghukum Bani Israil di
Padang Tih selama 40 tahun. Demikian kurang lebih penjelasan dalam buku Dahsyatnya
Doa Para Nabi,
235-237.
Selebihnya silahkan bisa baca dalam buku itu supaya dapat memehami dengan
lengkap.
Dalam kumpulan taurat disinggung tentang Padang Tih. Tih
berasal dari bahasa Arab yang artinya pengembaraan. Padang Tih adalah salah
satu zona wilayah dataran tinggi yang cukup terpencil di Semenanjung Sinai.
Secara geografis, Padang Tih merupakan bentangan alam yang kompleks, terdiri
dari berbagai topografi, di antaranya rangkaian bebatuan kapur yang besar serta
oasis.
Selama 40 tahun lamanya Bani Israil
kebingungan di Padang Tih. Seperti kebanyakan padang pasir lainnya, tidak ada
air dan tanaman, kecuali sangat sedikit sekali. Saat mereka mulai lelah, ke
sana kemari tidak menemukan jalan keluar dan dibarengi dengan rasa lapar yang
tiada henti, mereka memohon kepada Nabi Musa agar diberi makanan.
Nabi Musa as akhirnya berdoa kepada Allah
SWT, dan Allah SWT mengabulkannya. Bani Israil dinaungi dengan awan-awan agar
mereka tidak kepanasan. Mereka juga dirizkikan Manna; makanan yang
manis seperti madu dan berwarna putih yang setiap pagi mudah didapati karena ia
melekat di batu-batu dan daun-daun kayu, Salwa; sebangsa
burung puyuh penuh daging yang datang berbondong-bondong sehingga mudah
ditangkap, (Tafsir al-Azhar) dan mata air; yang bersumber dari batu yang
dipukul dengan tongkat Nabi Musa. (Kisah-Kisah dalam al-Qur’an, 518-519)
Dalam kurun waktu 40 tahun itu,
kepemimpinan Bani Israil telah dilimpahkan kepada Nabi Yusya’ bin Nun as. Di
bawah kepemimpinannya, Bani Israil berhasil menuju Baitul Maqdis. Sesuai dengan
perintah Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 58, ketika memasuki pintunya
mereka harus sujud seraya berkata hiṭṭatun (bebaskanlah kami
dari dosa).
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman:
“Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya,
yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya
sambil bersujud, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami
ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami)
kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Dalam Tafsir ath-Thabari, pintu hiṭṭah yang
dimaksud adalah salah satu pintu Iliya’ di Baitul Maqdis. Sujud yang
dimaksud adalah dengan rukuk, khusyuk dan tunduk. Sedangkan makna dari hiṭṭatun (bebaskanlah
kami dari dosa) adalah kalimat lā ilāh illallāh, bisa juga yang
dimaksud adalah kalimat istighfar.
Akan tetapi kenyataannya, Bani Israil lagi-lagi
melakukan pembangkangan dan penyelewengan. Mereka tidak melaksanakan perintah
Allah SWT. Dalam penjelasan tafsir ayat selanjutnya, al-Baqarah ayat 59, Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mereka memasuki
pintu itu dengan membelakangi dari arah pantat mereka, ada juga yang sambil
mengangkat kepalanya. Tidak sampai di situ, mereka juga mengubah kalimat hiṭṭah menjadi hinṭatun
fii syi’iiratin (biji-bijian di dalam gandum).
Kata hiṭṭah yang
maknanya permohonan ampun kepada Allah SWT diubah menjadi hinṭah yang
artinya minta gandum kepada Allah SWT. Menurut Hamka, hal itu menggambarkan bahwa mereka menundukkan
kepala bukan bermaksud kerendahan hati kepada Allah SWT karena wilayah itu
sudah ditaklukkan, melainkan mereka hanya mengingat berepa puluh gandum yang
akan mereka dapatkan dari merampas kekayaan penduduknya.
Demikian itu prilaku
yang ditunjukan oleh kaum Bani israil dimasa silam, sehingga Allah SWT banyak
memusnahkan kaum terdahulu di sebabkan oleh keangkuhan dan kesombongan mereka
sendiri. Hal ini sangat berharga bagi ita semua (yang haidup saat ini dan yang
akan datang) untuk selalu dijadikan ibrah (pelajaran dan hikmahnya) dalam
menjalani khidupan sebagai muslim sejati.
Sesungguhnya siksa di dunia ini tidak akan
diturunkan oleh-Nya tanpa ada sebab-sebab yang mengundangnya/menyertainya. Dia tidak menurunkan siksa-Nya secara mendadak. Kecuali
mayoritas penghuninya telah berbuat kerusakan. Sedangkan kritik sosial (amar
bil ma’ruf dan nahi ‘anil munkar) diabaikan. Berarti penyakit sosial sudah
menular. Sehingga yang ma’ruf (dikenali hati) menjadi munkar (diingkari
hati). Yang mungkar menjadi makruf. Efeknya pihak yang berada level elitis (qiyadah)
adalah preman yang didukung pemodal (jaladul fajir), orang yang shalih
lemah dan terisolir dari akses ekonomi dan kekuasaan (‘ajzuts tsiqati).
“Kerusakan di darat dan
di laut adalah akibat perilaku buruk manusia sendiri. Allah menimpakan adzab
kepada manusia akibat dari sebagian keburukan yang mereka lakukan. Dengan
adanya adzab itu semoga mereka mau bertaubat kepada Allah.” (QS: Ar Rum;30: 41)
Dalam Kitab
Shofwatut Tafasir oleh Syeikh Ali Ash
Shobuni “bima kasabat aidinnas” artinya bi sababi katsrati
dzunubihim (disebabkan banyaknya dosa-dosa mereka).
Man saa-a khuluquhi ‘adzdzaba nafsahu (barangsiapa yang jelek akhlaknya menyakiti diri
sendiri). Kata Ali bin Abi Thalib. Itulah bentuk keadilan Allah SWT di dunia. Berbuat baik
membuat hati pelakunya senang, berbuat dosa akan dirasakan oleh pelakunya
adanya gugatan batin (nafsu lawwamah).
Jika tidak diselesaikan akan menjadi
penyakit jiwa. Bahkan dosa tersebut menyakiti pepohonan, hewan dan makhluk
lainnya, hanya saja kita tidak memahami secara persis keluhan mereka. Besok pohon gharqad akan berbicara untuk menunjukkan kepada kita
tempat persembunyian Yahudi.
Mari kita terus
berupaya untuk selalu memperbaiki diri, mengambil pelajaran dari kaum
terdahulu, dan selalu menjadi hamba Allah yang taat dan patuh atas apa yang
diperintahkan kepada hamba-hambaNya, sampai kita menghadap kepadaNya dalam
keadaan berprasangka bik kepada Allah SWT.
Wallah a’lam.

Tidak ada komentar: