SURAT AL-BAQARAH 58 VS KISAH BANI ISRA’IL

 SURAT AL-BAQARAH 58 VS KISAH BANI ISRA’IL
Disarikan dari tafsir al-Azhar Karya Hamka
Oleh Ust. Faishal Haq
(Pegiatan Kajian Keislaman dan kealquranan)

 


Menelisik isi al-Qur’an dari 30 Juz, 114 surat, diantara yang terkandung di dalamnya adalah Allah mengisahkan beberapa prilaku para kaum terdahulu, sebagai salah satu gambaran bagi kita dan generasi ke depan sampai hari kiamat nanti. Salah satu kisah dalam al-Qur’an adalah kejengkelan Bani Isra’il yang telah dikisah dalam surat al-Baqarah khususnya ayat 58, begini kisahnya. Kisah di balik surah al-Baqarah ayat 58 ini bermula ketika Allah SWT. memerintahkan Nabi Musa dan kaumnya, Bani Israil, untuk keluar dari Mesir menuju ke Baitul Maqdis. Allah SWT telah mempersilakan mereka untuk menetap di sana. Namun sebelum itu, mereka harus mengalahkan suku yang mendiami wilayah itu.

Dengan kata lain, bahwa Allah SWT telah memberikan kesempatan kepada Bani Israil untuk melakukan perang terlebih dahulu. Sebab, sebelumnya, mereka sering melakukan pembangkangan dan penyelewengan. Namun ternyata mereka menolak perintah Allah SWT itu dengan alasan suku Kan’an yang mendiami wilayah itu memiliki fisik yang lebih kuat sehingga tidak mungkin bisa mengalahkannya mereka dalam peperangan.

Dan perintah Allah SWT ini hanya sebagai ujian bagi mereka, kalaupun harus berperang tentu Allah SWT akan menolongnya, karena kepatuhan mereka, sebagaimana Allah jelaskan dalam surat Muhammad ayat 7. Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian, dan menguhkan posisimu

Padahal jika mereka bertekad dan bertawakkal, tentu Allah SWT akan menolongnya melalui Nabi Musa as, sebagaimana Allah SWT menolong mereka dari kejaran Fir’aun dan pasukannya di tengah lautan. Perupamaan di ayat lain; “Dan betapa banyaknya negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari pada (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakan mereka, maka tidak ada seorang penolongpun bagi mereka.” (QS: Muhammad;47:13).  Kisah lain Nabi Hud as diutus untuk kaum ‘Ad. Mereka mendustakan kenabian Nabi Hud as. Allah SWT lalu mendatangkan angin yang dahsyat disertai dengan bunyi guruh yang menggelegar hingga mereka tertimbun pasir dan akhirnya binasa (QS At Taubah: 70, Al Qamar: 18, Fushshilat: 13, An Najm: 50, Qaaf: 13). Nabi Nuh as berdakwah selama satu melenium lebih (950 tahun), namun yang beriman hanyalah sekitar 80 orang. Kaumnya mendustakan dan memperolok-olok Nabi Nuh. (QS. Nuh (71) : 5-7). Nabi Shalih as diutuskan Allah SWT kepada kaum Tsamud. Nabi Saleh as diberi sebuah mukjizat seekor unta betina yang keluar dari celah batu. Kemudian Nabi Shalih as membuat jadual minum. Namun, kaumnya tidak mau antri dengan unta. Bahkan, mereka membunuh unta betina tersebut sehingga Allah SWT menimpakan adzab kepada mereka (QS ALhijr: 80, Huud: 68, Qaaf: 12).

Pada saat itu Bani Israil berkata kepada Nabi Musa as bahwa mereka tidak akan memasuki wilayah itu, sebelum suku Kan’an keluar dari sana. Mereka menyuruh Nabi Musa as dan Allah SWT untuk memerangi mereka. Sedangkan mereka berdiam diri menunggu hasilnya. Keterangan ini terdapat di surah al-Maidah ayat 24.

Lagi-lagi perilaku mereka telah membuat sedih hati Nabi Musa As. Dengan demikian, Allah SWT pun mengharamkan mereka memasuki Baitul Maqdis. Sebagai balasannya, Allah SWT menghukum Bani Israil di Padang Tih selama 40 tahun. Demikian kurang lebih penjelasan dalam buku Dahsyatnya Doa Para Nabi, 235-237. Selebihnya silahkan bisa baca dalam buku itu supaya dapat memehami dengan lengkap.

Dalam kumpulan taurat disinggung tentang Padang Tih. Tih berasal dari bahasa Arab yang artinya pengembaraan. Padang Tih adalah salah satu zona wilayah dataran tinggi yang cukup terpencil di Semenanjung Sinai. Secara geografis, Padang Tih merupakan bentangan alam yang kompleks, terdiri dari berbagai topografi, di antaranya rangkaian bebatuan kapur yang besar serta oasis.

Selama 40 tahun lamanya Bani Israil kebingungan di Padang Tih. Seperti kebanyakan padang pasir lainnya, tidak ada air dan tanaman, kecuali sangat sedikit sekali. Saat mereka mulai lelah, ke sana kemari tidak menemukan jalan keluar dan dibarengi dengan rasa lapar yang tiada henti, mereka memohon kepada Nabi Musa agar diberi makanan.

Nabi Musa as akhirnya berdoa kepada Allah SWT, dan Allah SWT mengabulkannya. Bani Israil dinaungi dengan awan-awan agar mereka tidak kepanasan. Mereka juga dirizkikan Manna; makanan yang manis seperti madu dan berwarna putih yang setiap pagi mudah didapati karena ia melekat di batu-batu dan daun-daun kayu,  Salwa; sebangsa burung puyuh penuh daging yang datang berbondong-bondong sehingga mudah ditangkap, (Tafsir al-Azhar) dan mata air; yang bersumber dari batu yang dipukul dengan tongkat Nabi Musa. (Kisah-Kisah dalam al-Qur’an, 518-519)

Dalam kurun waktu 40 tahun itu, kepemimpinan Bani Israil telah dilimpahkan kepada Nabi Yusya’ bin Nun as. Di bawah kepemimpinannya, Bani Israil berhasil menuju Baitul Maqdis. Sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 58, ketika memasuki pintunya mereka harus sujud seraya berkata hiṭṭatun (bebaskanlah kami dari dosa).

Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Dalam Tafsir ath-Thabari, pintu hiṭṭah yang dimaksud adalah salah satu pintu Iliya’ di Baitul Maqdis. Sujud yang dimaksud adalah dengan rukuk, khusyuk dan tunduk. Sedangkan makna dari hiṭṭatun (bebaskanlah kami dari dosa) adalah kalimat lā ilāh illallāh, bisa juga yang dimaksud adalah kalimat istighfar.

Akan tetapi kenyataannya, Bani Israil lagi-lagi melakukan pembangkangan dan penyelewengan. Mereka tidak melaksanakan perintah Allah SWT. Dalam penjelasan tafsir ayat selanjutnya, al-Baqarah ayat 59, Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mereka memasuki pintu itu dengan membelakangi dari arah pantat mereka, ada juga yang sambil mengangkat kepalanya. Tidak sampai di situ, mereka juga mengubah kalimat hiṭṭah menjadi hinṭatun fii syi’iiratin (biji-bijian di dalam gandum).

Kata hiṭṭah yang maknanya permohonan ampun kepada Allah SWT diubah menjadi hinṭah yang artinya minta gandum kepada Allah SWT. Menurut Hamka, hal itu menggambarkan bahwa mereka menundukkan kepala bukan bermaksud kerendahan hati kepada Allah SWT karena wilayah itu sudah ditaklukkan, melainkan mereka hanya mengingat berepa puluh gandum yang akan mereka dapatkan dari merampas kekayaan penduduknya.

Demikian itu prilaku yang ditunjukan oleh kaum Bani israil dimasa silam, sehingga Allah SWT banyak memusnahkan kaum terdahulu di sebabkan oleh keangkuhan dan kesombongan mereka sendiri. Hal ini sangat berharga bagi ita semua (yang haidup saat ini dan yang akan datang) untuk selalu dijadikan ibrah (pelajaran dan hikmahnya) dalam menjalani khidupan sebagai muslim sejati.

Sesungguhnya siksa di dunia ini tidak akan diturunkan oleh-Nya tanpa ada sebab-sebab yang mengundangnya/menyertainya. Dia tidak menurunkan siksa-Nya secara mendadak. Kecuali mayoritas penghuninya telah berbuat kerusakan. Sedangkan kritik sosial (amar bil ma’ruf dan nahi ‘anil munkar) diabaikan. Berarti penyakit sosial sudah menular. Sehingga yang ma’ruf (dikenali hati) menjadi munkar (diingkari hati). Yang mungkar menjadi makruf. Efeknya pihak yang berada level elitis (qiyadah) adalah preman yang didukung pemodal (jaladul fajir), orang yang shalih lemah dan terisolir dari akses ekonomi dan kekuasaan (‘ajzuts tsiqati).

 “Kerusakan di darat dan di laut adalah akibat perilaku buruk manusia sendiri. Allah menimpakan adzab kepada manusia akibat dari sebagian keburukan yang mereka lakukan. Dengan adanya adzab itu semoga mereka mau bertaubat kepada Allah.” (QS: Ar Rum;30: 41)

Dalam Kitab Shofwatut Tafasir oleh Syeikh Ali Ash Shobuni “bima kasabat aidinnas” artinya bi sababi katsrati dzunubihim (disebabkan banyaknya dosa-dosa mereka).

Man saa-a khuluquhi ‘adzdzaba nafsahu (barangsiapa yang jelek akhlaknya  menyakiti diri sendiri). Kata Ali bin Abi Thalib. Itulah bentuk keadilan Allah SWT di dunia. Berbuat baik membuat hati pelakunya senang, berbuat dosa akan dirasakan oleh pelakunya adanya gugatan batin (nafsu lawwamah).

Jika tidak diselesaikan akan menjadi penyakit jiwa. Bahkan dosa tersebut menyakiti pepohonan, hewan dan makhluk lainnya, hanya saja kita tidak memahami secara persis keluhan mereka. Besok pohon gharqad akan berbicara untuk menunjukkan kepada kita tempat persembunyian Yahudi.

Mari kita terus berupaya untuk selalu memperbaiki diri, mengambil pelajaran dari kaum terdahulu, dan selalu menjadi hamba Allah yang taat dan patuh atas apa yang diperintahkan kepada hamba-hambaNya, sampai kita menghadap kepadaNya dalam keadaan berprasangka bik kepada Allah SWT.

 Wallah a’lam.

 


SURAT AL-BAQARAH 58 VS KISAH BANI ISRA’IL SURAT AL-BAQARAH 58 VS KISAH BANI ISRA’IL Reviewed by sangpencerah on Mei 09, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: